Pages
Kebetulan gue lagi cari sunblock wajah bagus
buat pemakaian sehari-hari, tahun sendiri seberapa kejamnya matahari di
Jakarta. Belum lagi kulit muka yang cenderung berminyak, kadang suka nggak sesuai sama sunblock wajah, takutnya wajah malah kaya keramik yang mengkilap. Begitu cek harga sunblock di Tokopedia (males belanja kosmetik di
mall) ternyata harga sunblock untuk wajah itu mahal. Harga berkisar dari 70 ribu sampai
100 ribu ke atas untuk beberapa ml saja, paling berat gue cek sih cuma 100ml
dan itu udah 100ribu lebih. Sampai akhirnya gue nemu sunblock wajah murah meriah,
walaupun merknya cewek banget dah, yang penting mah nggak gosong.


Nah, Wardah Sun Care sunscreen
gel SPF 30 ini cuma 30ribu loh, bahkan ada yang jual dibawah itu. Seperti
biasa, langsung gue checkout ini sunblock wajah. Setelah barangnya sampai ternyata
40ml itu sedikit dan kecil, palingan kurang dari sebulan juga udah abis ini
mah.
Wardah Sun Care sunscreen gel SPF 30 ini mengandung UVA dan UVB serta
vitamin E, jadi udah komplitlah buat tabir surya sehari-hari. Di tubenya sih
tertulis sunscreen gel tapi pas dicoba malah mirip krim? Gue sama sekali nggak
merasa kalau ini adalah sebuah gel. Baunya mirip viva food cream tapi lebih
soft dan cepet hilangnya. Pemakaian dikulit tertulis di tube 15 menit sebelum
beraktifitas di luar ruangan. Bentukan cream putih ini cepet banget meresap jadi
nggak bakal kelihatan pakai tapi efeknya setelah meresap, bikin kulit kenceng
kaya ketarik. Selain itu Wardah Sun Care
sunscreen gel SPF 30 ini sepertinya water proof, soalnya kulit tetap kerasa
kencang walaupun berkali-kali kena air wudhu.
So far sih efeknya bagus, karena
kulit udah nggak lagi belang. Biasanya ini muka pasti langsung belang kalau
kena matahari Jakarta dan kentara banget, terutama di bagian bawah pipi yang
nggak mungkin terlindung sekalipun pakai topi. Sekali lagi yang bikin gue
bingung adalah kenapa tertulis gel kalau isinya cream? Sama satu lagi bedanya sunblock dengan sun screen apa ya?
Baca Juga : Review Viva Skin Food![]() |
Apa ini bisa dibilang gel? Bentukan cream banget, sama sekali nggak ada gel. |
Banyak yang nggak tahu kalau kelinci pasti molting atau
merontokan bulu, karena ini memang salah satu mekanisme kelinci untuk mengganti
bulu mereka. Biasanya kelinci dalam setahun bisa dua atau tiga kali
molting/ganti bulu. Beruntung Indonesia hanya mempunyai satu iklim tropis
sehingga siklus molting/ganti bulu kelinci umumnya nggak sering dan cepat.
Setiap kelinci memiliki siklus molting yang berbeda-beda tergantung dari
keadaan mereka, jadi nggak bisa menebak kapan kelinci akan molting. Yang bisa
dilakukan hanya memeriksa apakah bulu kelinci sudah mulai rontok dan
berjatuhan.
Contoh Molting
Apa Itu Molting?
Nah, banyak yang salah kaprah mengenai molting. Ada yang
mengira moulting adalah sebuah penyakit, walaupun rontoknya bulu bisa jadi
sebuah pertanda penyakit. Lalu seperti apa sih molting pada kelinci, biar nggak
salah kira dengan kelinci yang sedang sakit. Salah satu ciri paling jelas
kelinci moulting adalah dengan melihat lokasi dimana bulu itu rontok, biasanya
rontok karena molting bentuknya seperti pulau dan pada bagian yang rontok,
terdapat bulu baru yang lebih pendek dan lebih halus, bulu baru ini juga sering
berwarna lebih muda dari bulu lama. Lama-lama pulau-pulau ini akan membesar
atau bertambah sampai ke seluruh tubuh kelinci.Tapi cara ini nggak bisa dilihat
pada kelinci berbulu panjang seperti english anggora maupun fuzzy lop dan
jersey wooly. Jadi mau nggak mau ketika bulu rontok harus yakin kelinci sehat.
Berapa Lama Molting?
Ini pertanyaan yang banyak banget datang. Ada yang hanya
satu bulan beres, ada juga yang sampai berbulan-bulan masih saja molting.
Sekali lagi masa moulting ini tergantung pada keadaan kelinci itu sendiri.
Misalkan waktu Kimchi si fuzzy lop masih hidup masa moltingnya pendek banget,
palingan sebulan juga udah beres. Sementara Bimbim si mini rex justru lama
banget, sampai lebih dari tiga bulan bulunya rontok terus. Jadi kalau kelinci
bulunya terus molting pasti ada yang salah dengan pelihara kelincinya.
Sebenarnya tahu buku A Monster Calls dari youtube. Yup, dari trailer filmnya yang akan beredar tahun ini. I just knew this is my kind story, begitu googling ternyata A Monster Calls adalah adaptasi novel best seller peraih Carnegie award, bahkan the new york times menyebutnya sebagai sebuah karya seni yang mengagumkan. Kalau pernah baca novel fenomenal Where The Wild Thing Are dan The Little Prince, maka A Monster Calls berada dalam satu genre, dimana cerita berfokus pada rumitnya emosi anak-anak dan kita akan melihat sebuah keadaan dalam sudut pandang seorang anak. Seperti halnya Where The Wild Things Are dan The Little Prince, novel A monster Calls bukan bacaan remeh hanya karena tokoh utamanya anak kecil dan sebuah monster.
Sinopsis
Cerita bermula ketika Conor O’ Malley anak lelaki
berusia 10 atau 12 tahun mulai mengalami mimpi buruk, yakni dikunjungi oleh
monster yang berasal dari pohon yew di belakang rumahnya. Conor didatangi
monster pohon yew ini saat Ibunya mulai sakit-sakitan. Awalnya Conor bingung
dan ketakutan karena selalu didatangi oleh monster pohon yew, hingga ia
bertanya apa maksud kedatangan monster tersebut? Monster pohon yew berkata
bahwa ia “datang dengan berjalan karena
dipanggil oleh Conor” sementara Conor sendiri tidak merasa memanggilnya, dan
langsung kebingungan.
Sang monster ini pun berjanji akan menceritakan
empat kisah dimana kisah keempat adalah kebenaran yang harus diceritakan oleh
Conor sendiri. Monster pohon yew awalnya hanya muncul ketika Conor tertidur di
rumahnya, namun seiring dengan memburuknya kondisi Ibu Connor. Monster pohon
yew mulai menampakan diri di rumah Grandma menyebabkan hancurnya ruang tamu dan
juga sekolah sampai melukai Harry si tukang bully.
Conor harus berusaha sendiri memahami arti kehadiran
si monster serta keadaan dimana Ibunya sakit dan Grandma tidak menyukainya
sementara Dad sama sekali tidak bisa diharapkan, karena sudah menikah dengan
wanita lain. Bagaimana Conor menghandle semua ini, monster, sekolah dan Ibunya
seorang diri?
Resensi
A Monster Calls merupakan salah satu buku terbaik
yang saya baca di awal 2016 ini, kisahnya begitu kelam namun memikat. Korelasi
antara kisah si monster dan alasan mengapa Conor memanggilnya, memaksa kita
untuk melihat dari kacamata anak-anak dalam menghadapi situasi sulit. Dalam ini
Conor terus menyangkal dirinya, bahwa Mom sakit parah dan tak akan mungkin
sembuh. Ketiga kisah yang diceritakan si
monster adalah untuk membuat Conor mengerti situasi sulit yang dihadapinya dan
kisah keempat merupakan kebenaran yakni bahwa sesungguhnya Conor O’Malley lelah
dengan situasi ini dan ingin semuanya berakhir, sekalipun Ibunya harus
meninggal dan alasan kenapa Conor memanggil si monster ternyata bukan untuk
menyembuhkan Ibunya, namun untuk menyembuhkan dirinya, sebab semenjak Ibunya
sakit Conor menjadi tertutup dan selalu menyangkal bahwa suatu saat ia harus
berpisah dari ibunya, si monster pohon yew hadir untuk menyembuhkan Conor,
membuatnya iklas untuk merelakan Ibunya. Dan sesungguhnya si monster pohon yew
adalah manifestasi dari berbagai perasaan Conor yang selalu dipendamnya
sendiri.
Art work atau ilustrasinya pun senada dan menambah
kelam cerita A Monster Calls, hanya ada guratan-guratan kasar dan hitam untuk
menggambarkan betapa muramnya dunia Conor O’Malley. Sekali lagi novel ini mengingatkan saya pada
Where The Wild Things Are dan The Little Prince, memasuki alam pikiran
anak-anak tanpa cerita klise yang meminta belas kasihan pembaca,
(seperti anak penderita kanker yang mengirim sepucuk surat untuk tuhan, anak kecil yang miskin dan ngamen lalu mencari sosok pelindung, atau kecil yang kena musibah tsunami dan di tolong sana-sini. Duh, bosennya ama cerita sinetron tipikal tapi laris manis, bak tahu formalin yang digemari masyarakat umum dengan efek samping bikin bego)
A monster Calls
tidak meminta belas kasihan pembaca, ia membawa anda mengerti perasaan Conor O’
Malley, seorang anak kecil yang Ibunya tengah sekarat. Its dark yet beautiful story
Baca Juga Resensi : Vandaria Saga : Masa Elir
Baca Juga Resensi : Vandaria Saga : Masa Elir
Sekarang lagi marak-maraknya
bisnis MLM atau multi level marketing booming! Bisnis ini bukan barang baru
bagi orang Indonesia, namun berkat berbagai sosial media MLM kembali bangkit
dan memikat banyak orang. Sebut saja pemain lama seperti Oriflame, Tiens, Amway,
CNI, Tupperware, Sophie Martin hingga yang terbaru seperti Azaria, IFA dan Pin
Konveksi. Bisnis MLM sendiri mempunyai reputasi yang tidak bisa dibilang selalu
bagus, dari berbagai francise MLM seperti yang saya sebutkan di atas, tidak
sedikit yang pada akhirnya tidak menguntungkan, malah membuat buntung
marketer/upline atau apapun sebutan bagi orang yang menjalankan bisnis ini.
Akan tetapi nyatanya bisnis MLM tidak pernah mati dan tidak pernah sepi peminat di
Indonesia, kenapa bisa sampai begitu? Padahal negara dimana produk-produk MLM
ini berasal, sama sekali tidak berkembang atau sepi peminat untuk bergabung
menjadi member MLM. Padahal produk-produk yang ditawarkan pun bisa dibilang
premium, sebut saja Oriflame, Tupperware dan Sophie Martin yang berasal dari
benua eropa, bisnis MLM untuk produk di negara asal mereka sama sekali tidak
berjalan. Lalu kenapa bisnis MLM ini amat sangat digemari oleh orang Indonesia?
1.Sesuai Dengan Budaya Indonesia.
Pastinya bingung dengan pernyataan sesuai
dengan budaya Indonesia? Modal utama MLM adalah “ngomong” dan orang Indonesia
senang sekali ngobrol. Apa lagi orang itu suka banget ngumpul terus bergosip/
bahkan bisa dibilang bukan orang Indonesia kalau nggak suka kumpul-kumpul terus
kongkow.
2.Pemimpi Dan Pemalas
Kenapa
bisa saya bilang begini?
Karena hampir disemua iklan MLM pasti menjual mimpi. Iklan MLM mana yang
nggak
mencantumkan “Cuma seminggu dapet 40 juta..bla...bla..bla. atau cukup
dengan modal awal sekian anda bisa untung berlipat..bla..bla..bla. Atau
mau bisnis yang nggak repot? Rumah keurus dan suami keurus? gabung yuk
dengan bla..bla..bla.”
Dan kenapa saya bilang pemalas? Karena MLM tentunya jauh lebih mudah dari pada membuat produk sendiri, promosi dan menjualnya. Anda tinggal ngider sana-sini dan bermulut manis saja, nggak perlu pusing mikirin bikin produk apa? Nggak perlu pusing mikir cara promosi yang tepat dan menemukan sistem penjualan yang baik. Tentu orang Indonesia akan memilih MLM dari pada jadi seperti Steve Job, menemukan brand Apple dan selama puluhan tahun berjuang hingga Apple menjadi brand yang mendunia. Ok, Steve Job kejauhan kalau saya kasih contoh pencipta keripik Mak Icih? Atau pendiri GoJek? Pastinya malu dong ternyata ada orang Indonesia asli yang bisa bikin produk atau usaha, dengan omzet nggak kalah bahkan mampu melebihi bisnis MLM. Belum lagi yang mereka jual produk atau jasa murni untuk dalam negeri, bukan menjual produk luar negeri seperti banyak MLM.
Jadi sekalipun kalian semua sukses di bisnis MLM, sampai bisa ke luar negeri, beli mobil, beli rumah segala rupa. Ingat kalian membantu mensukseskan perusahaan luar negeri bukan perusahaan dalam negeri. Seperti halnya produk Oriflame yang tidak begitu diminati di negara asalnya, namun berkat MLM di Indonesia Oriflame International mampu bertahan dan menghasilkan laba besar.
Dan kenapa saya bilang pemalas? Karena MLM tentunya jauh lebih mudah dari pada membuat produk sendiri, promosi dan menjualnya. Anda tinggal ngider sana-sini dan bermulut manis saja, nggak perlu pusing mikirin bikin produk apa? Nggak perlu pusing mikir cara promosi yang tepat dan menemukan sistem penjualan yang baik. Tentu orang Indonesia akan memilih MLM dari pada jadi seperti Steve Job, menemukan brand Apple dan selama puluhan tahun berjuang hingga Apple menjadi brand yang mendunia. Ok, Steve Job kejauhan kalau saya kasih contoh pencipta keripik Mak Icih? Atau pendiri GoJek? Pastinya malu dong ternyata ada orang Indonesia asli yang bisa bikin produk atau usaha, dengan omzet nggak kalah bahkan mampu melebihi bisnis MLM. Belum lagi yang mereka jual produk atau jasa murni untuk dalam negeri, bukan menjual produk luar negeri seperti banyak MLM.
Jadi sekalipun kalian semua sukses di bisnis MLM, sampai bisa ke luar negeri, beli mobil, beli rumah segala rupa. Ingat kalian membantu mensukseskan perusahaan luar negeri bukan perusahaan dalam negeri. Seperti halnya produk Oriflame yang tidak begitu diminati di negara asalnya, namun berkat MLM di Indonesia Oriflame International mampu bertahan dan menghasilkan laba besar.
3.Emansipasi Wanita Indonesia Masih
Rendah.
Lah, apa hubungannya? Tahu
sendiri kalau bisnis MLM itu pelaku utamanya kebanyakan emak-emak. Bukan
apa-apa, sebab emansipasi yang masih rendah di Indonesia dimana kaum perempuan
diharuskan bertanggung jawab atas semua urusan rumah dan anak, membuat MLM
semakin diminati oleh emak-emak. Karena mereka tidak punya pilihan lain, dimana
harus mencari tambahan sementara
mempunyai tanggung jawab besar terhadap anak dan urusan rumah tangga. Jalan
satu-satunya adalah menggeluti bisnis MLM, para emak-emak ini tinggal ikut
arisan atau posyandu lalu menyelipkan mimpi manis MLM dalam obrolan mereka.
Siapa tidak tergiur mendapat puluhan juta tapi santai bisa ngurus anak dan
rumah?
4.Modal Minim
Yang bilang MLM tanpa modal itu
salah besar! Semua pelaku MLM jika ingin terjun harus menggelontorkan sejumlah
uang terlebih dahulu, untuk membeli sejumlah produk premium. Akan tetapi modal
yang dikeluarkan tentunya tidak seberapa atau masih bisa dibilang minim, umumnya
modal awal menggeluti bisnis MLM berkisar dari ratusan ribu sampai dua juta
saja. Bukan tanpa sebab mengapa modal MLM ini cenderung minim, sebab jika modal
besar bisa dipastikan akan dijauhi oleh orang-orang. Modal minim ini pun sesuai
dengan target utama bisnis MLM yakni emak-emak, yang notabene tidak memiliki
penghasil besar atau hanya mengandalkan uang belanja dari suami.
Review Acer Liquid Z220/ android Lollypop/ Processor 1Ghz/ Acer Liquid Z220 Rp 800.000 - Dari semua merk lokal cuma Acer yang belum pernah saya cicipi, sebelum-sebelumnya dari Advan, Mito sampai Axioo memberikan hasil mengecewakan. Tercatat hanya Polytron Zap 5 sebagai smartphone brand lokal yang mempunyai kualitas cukup baik, sampai saat ini saat saya mengetes brand Acer Liquid Z220. Ternyata smarpthone Acer Liquid Z220 ini mampu memberikan kualitas yang terbilang cukup. Lalu seperti apa sih kinerja smartphone lollypop dengan RAM 1Gb termurah ini?
Dari segi fisik, Acer Liquid Z220
ini sepintas memang mirip dengan Polytron Zap, karena pada bagian belakangnya
terdapat pola yang bikin kesat saat dipegang sehingga tidak licin. Lalu pada
bagian pinggirnya dikelilingi bezel plastik bergerigi, yang bikin makin mantap
dipegang. Hanya saja keseluruhan body berbalut full plastik, tidak seperti Polytron
Zap yang mempunyai bezel besi. Yang saya suka adalah desain super simple pada
Acer Liquid Z220 ini, sebab hanya ada tombol power dan volume pada sebelah kiri.
Juga port jack headphone dan usb power di bagian atas, lalu speakernya ada
dimana? Speaker Acer Liquid Z220 ini, menyatu dengan lubang earpiece sehingga
menghadap ke atas.
Bentang layar Acer Liquid Z220 ini pun tergolong kecil karena hanya 4.0 inch, padahal luas permukaan justru 5 inch dan yang paling aneh adalah ketiga tombol home, back dan drawer terletak di dalam layar bukan di luar layar seperti smartphone pada umumnya, mau nggak mau ini memakan bagian bawah layar yang hanya 4 inch. Layar 4 inch ini pun disokong dengan resolusi 480x800 (233ppi pixel) sekalipun kerapatan pixel terlihat bagus namun layar terlihat redup, maklum untuk menekan harga. Tapi masih enak dilihat. Lalu ada fitur adaptif bright, dimana layar secara otomatis akan menyesuaikan dengan keadaan sekitar, tanpa kita harus repot mensetting manual tingkat kecerahan.
Setelah satu jam gue pun balik
dan nagih tab Treq Basic 2K, begitu tukang service balikin. Kagetlah gue karena
ternyata semua huruf dan gambar terbalik, jadi kaya lihat dari cermin. Protes
dong gue! Dan si tukang service bilang “dari sananya begitu” sampai dia bongkar
dan pasang lagi lcd asli, begitu dipasang lagi, ternyata semuanya normal. Tapi
pas dipasang lcd baru huruf dan icon terbalik semua. Akhirnya si tukang service
pergi buat minta bantuan ke counter lain, mungkin minta rekannya sesama tukang
service buat benerin.
Nah, setelah nunggu lagi
berjam-jam ternyata si tukang service nyerah karena nggak bisa nemuin lcd yang
cocok dan akhirnya tab Treq Basic 2K dikembalikan ke gue, sebelum dibalikin
tentunya si tukang service pasang kembali lcd asli dan ia bilang, “baterainya
drop nih.” Sialnya colokan charger tab
Treq Basic 2K ini bukan usb tapi mirip Nokia, jadinya gue nggak bisa cek di tempat service itu dan
langsung ngacir balik karena udah bĂȘte nunggu berjam-jam.
Setelah pulang langsung dicash ini tab Treq Basic 2K, setelah dua jam,
dicoba untuk dihidupkan ternyata nggak mau? Udah gue pencet tombol power
berkali-kali bahkan sambil di colok ke listrik pun nggak mau nyala. Alhasil tab
Treq Basic 2K gue matot, sama sekali nggak bisa nyala! Sial!!! Padahal ada
ebook yang belum selesai gue baca, anjrot! Nyesel gue service di ITC tahu begini langsung aja ke service center
Treq.
Kalau ditanya dari semua list film horror, judul apa yang paling bikin kangen? Maka jawabnya sebuah film horror komedi cult classic buatan tahun 1987, berjudul The Monster Squad. Sebenarnya ini adalah film anak-anak, tapi para pemainnya yang berasal dari berbagai serial tv populer tahun 80-90 an awal bakal bikin generasi 90-an seperti gue ini bernostalgia. Banyak familiar face yang sudah terlupakan wara-wiri sepanjang film.
The moster squad sendiri bercerita tentang sekumpulan anak kelas tujuh, yang bengal tapi keren banget dan tergila-gila dengan berbagai cerita monster. Maka Sean Crenshaw, Patric, Horace membentuk sebuah club bernama The monster club, isinya nggak lebih dari pada anak-anak yang saling bertukar info dan cerita tentang berbagai monster. Mulai dari dracula, werewolf sampai mummy, semua dikupas tuntas oleh geng monster squad. Sampai suatu hari ketiga anak ini mengajak senior mereka Rudy, untuk bergabung dan entah bagaimana ada anak junior bernama Eugene juga masuk? Terus terang gue bingung dengan keberadaan Eugene dan anjingnya, yang tiba-tiba ikut nongol di rumah pohon dengan mereka, padahal Eugene ini usia paling muda dan masih SD.
Singkat cerita semua hal yang biasa mereka ributin di rumah pohon, tiba-tiba aja muncul di kota mereka. Mulai dari mummy hidup sampai werewolf mulai berkeliaran. Ternyata di kota mereka tersimpan sebuah amulet kuno yang mempunyai kekuatan jahat, karena itu pula Dracula muncul di kota mereka dan ia pula yang mulai membangkitkan monster-monster untuk membantunya merebut amulet tersebut. Jadi the monster squad harus bahu-membahu merebut amulet dan menyingkirkan Dracula beserta monsternya.
Overall, cerita emang chesse banget dan tipikal untuk anak-anak 10 tahun ke bawah, tapi wajah-wajah familiar yang lama sudah terlupakan bikin gue betah nonton film ini. Mungkin ini juga kenapa the monster squad masuk ke dalam list horror komedi cult classic, karena para pemain merupakan bintang besar di eranya.
Singkat cerita semua hal yang biasa mereka ributin di rumah pohon, tiba-tiba aja muncul di kota mereka. Mulai dari mummy hidup sampai werewolf mulai berkeliaran. Ternyata di kota mereka tersimpan sebuah amulet kuno yang mempunyai kekuatan jahat, karena itu pula Dracula muncul di kota mereka dan ia pula yang mulai membangkitkan monster-monster untuk membantunya merebut amulet tersebut. Jadi the monster squad harus bahu-membahu merebut amulet dan menyingkirkan Dracula beserta monsternya.
Overall, cerita emang chesse banget dan tipikal untuk anak-anak 10 tahun ke bawah, tapi wajah-wajah familiar yang lama sudah terlupakan bikin gue betah nonton film ini. Mungkin ini juga kenapa the monster squad masuk ke dalam list horror komedi cult classic, karena para pemain merupakan bintang besar di eranya.
Satu hal lagi monster squad juga lumayan bikin bingung, sebab menurut gue film ini antara mau ke anak-anak atau ke preteen. Di tengah pengambaran tipikal film anak-anak, ada tokoh yang ngerokok, terus ngomongnya kasar ketika monster lain tidak ditampilkan adegan membunuh atau darah, eh si Dracula malah ditampilkan gore banget. Terus ada detail-detail kecil yang menurut gue sama sekali bukan untuk preteen apa lagi anak-anak. Misalnya adegan ngintipin cewek sexy, terus ada satu karakter yang ternyata adalah seorang nazi.
Subscribe to:
Posts (Atom)