Resensi Red Queen : Novel Fantasi-Dystopia Sekelas Hunger Games Dan Divergent

Resensi Red Queen : Novel Fantasi-Dystopia Sekelas Hunger Games Dan Divergent

Pertama kali lihat Red Queen by Victoria Aveyard adalah dari feed instagram, karena banyak banget bookstagram luar negeri yang posting Red Queen dan reviewnya pada bilang kalau buku ini tegang dan menakjubkan. Sepintas dari covernya yang bergambar tiara dan darah, memang sulit banget nebak cerita seperti apa? Yang Red Queen suguhkan. Setelah Red Queen diterbitkan di Indonesia, nggak pake pikir panjang lagi langsung ambil, sebab kalau orang-orang luar bilang seru! Sudah bisa dipastikan 100% ceritanya seru dan berbeda.

Sinopsis
Red Queen berseting di dunia fantasi-dytopia bernama Delphie. Dalam masa ini terdapat dua kaum yakni, kaum perak yang memiliki darah perak dan terdiri dari berbagai klan yang mempunyai beragam kekuatan, seperti mengendalikan api, binatang dan tumbuhan, mengendalikan bayangan atau logam, bahkan air serta pikiran. Sementara kaum merah, adalah manusia biasa yang tidak memiliki kekuatan super apapun.

Kaum perak menjadikan kaum merah sebagai budak mereka, kaum merah dijadikan pelayan, tentara dan hidup dibawah garis kemiskinan serta memuja kaum perak seolah mereka adalah dewa dan dewi.
  
Tokoh utama bernama Mare, gadis berusia 17 tahun dari desa Jangkungan. Ia adalah seorang kaum merah yang bekerja sebagai pencopet ulung, demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Sudah menjadi peraturan bagi kaum merah, ketika berusia 18 tahun akan dikirim ke medan perang. Dan Mare belum siap untuk itu, terlebih ketiga kakaknya sudah lebih dahulu dikirim ke medan perang. Singkat cerita Mare berupaya dengan segala cara untuk meloloskan diri agar tidak direkrut berperang, upaya meloloskan diri ini yang mempertemukannya dengan Cal. Tanpa disadari Cal adalah pangeran kaum perak, yang dikemudian hari menolong Mare dengan mempekerjakannya sebagai pelayan istana.

Ketika sedang melayani kontes puteri dimana semua klan menunjukan kekuatan demi menjadi ratu kaum perak, tanpa sengaja seorang magnetron atau pengendali logam bernama Evangeline memporak-porandakan Taman Spiral. Imbasnya Mare hampir saja mati kalau saja ia tidak mengeluarkan kekuatan, yakni menembakkan petir ke arah Evangeline. Sontak semua kaum perak kaget, sebab bagaimana seorang gadis dari kaum merah bisa mempunyai kekuatan untuk mengendalikan petir?
Dari sini cerita bergulir panjang, karena Mare disulap oleh raja dan ratu kaum perak untuk menjadi salah satu dari mereka, bahkan diberi nama dan masa lalu yang baru pula, tidak berhenti sampai disitu Mare pun dijodohkan dengan Maven adik dari pangeran kaum perak Cal. Dari sini Mare yang malang harus berpura-pura menjadi kaum perak, sambil berusaha menemukan dari mana kekuatannya berasal, bertahan dari serangan Evangeline yang dijodohkan dengan Cal, dijadikan boneka oleh raja dan ratu demi meredam pemberontakan kaum merah. Seabrek konflik dan masalah kini dihadapi oleh Mare yang malang, gadis miskin yang dahulu hanya mencopet sekarang berubah menjadi seorang ratu merah.

Resensi
Ternyata Red Queen by Victoria Aveyard ini adalah sebuah novel bergenre fantasi-dystopia. Sejujurnya saya nggak suka, sebab sudah baca Hunger Games dan Divergent dimana semuanya fokus dengan tokoh perempuan dan saya termasuk nggak suka dengan novel yang tokoh utamanya perempuan, sebab sudut pandang perempuan itu pasti mehe-mehe penuh drama tralalala bin trilili.

Tapi hebatnya Victoria Aveyard mampu meramu semua hal menjadi menegangkan, sekalipun tokoh Mare terkesan mehe-mehe banget nggak kuat seperti Katnis, tapi jalinan konflik multi dimensi, pemberontakan, perang, asmara, drama perebutan kekuatan dalam keluarga kerajaan dipadu dengan beragam unsur magis, berhasil membuat Red Queen menjadi bacaan yang nggak bisa bikin berhenti sampai selesai. Plus kita dibuat penasaran dari mana asal kekuatan Mare sebagai gadis petir? Apa sama seperti Tris Prior yang berbeda karena ia seorang divergent ?

red queen resensi

Sebenarnya Red Queen sama sekali nggak menawarkan sesuatu yang baru, sebab banyak elemen dari novel ini mirip sekali dengan Hunger Games dan Divergent, untungnya berkat kekuatan jalinan cerita yang sulit ditebak dan menegangkan, membuat Red Queen mampu outstanding dibanding dua seniornya.

Satu hal yang saya perhatikan ketika membaca resensi Red Queen dari blog-blog buku lokal, adalah para pembaca banyak yang komplain, kalau kisah cintanya nggak real dan terasa, lalu banyak yang nggak bisa ngikutin pacing cerita yang cepat, dibalut jalinan konflik yang rumit. Begitu saya perhatikan blog-blog buku ini, mereka adalah tipikal pembaca novel lokal roman, dimana ada pria ganteng dan setingan di luar negeri. Karena perempuan sini suka yang simple dan nggak perlu mikir, yang penting sesuai halusinasi dan hati.
Baca Juga : Resensi Glass Sword Makin Mirip Hunger Games Buku #2
Baca Juga: Resensi King Cage RedQueen Buku #3

Reactions

Post a Comment

0 Comments