Pages
Sebelumnya saya sudah pernah menulis tentang kabar PHK NET TV dan bagaimana saya pernah berada di lingkungan televisi dengan manajemen dinausaurus sehingga terjadi PHK untuk departemen entertaiment. Berita NET TV ini pun tiba-tiba mengingatkan saya terhadap salah satu tv di Indonesia yang performanya acak kadut namun, simsalabim nggak pernah ada pemangkasan karyawan alias PHK. Yeah i know punya negara, mana mungkin ada pecat pecut tapi kalau nggak guna, bukannya lebih baik dirumahkan dari pada jadi beban negara secara gaji mereka pun dari APBN loh.
Siapa sih yang nggak kenal dengan TVRI tapi siapa juga yang nonton TVRI? Media milik pemerintah ini semenjak zaman reformasi gaung semakin tenggelam bahkan, boleh dibilang mati suri. Keadaan TVRI mirip sekali dengan PT POS dimana sekumpulan ve-en-es yang nggak bisa dipecat, malas untuk mengikuti perkembangan zaman.
TVRI meskipun sudah disokong oleh pemerintah tetap saja tertinggal dalam segala hal. Para ve-en-es yang harusnya jadi orang kreatif malah nggak mau berubah dan asik dengan kesantaiannya. Ketika semua orang jelas-jelas meninggalkan channel TVRI bahkan, sudah nggak perlu ada channel TVRI di televisinya, tetap saja tv tertua di Indonesia ini tak bergeming sampai pada tahun 2017 barulah terjadi perubahan.
Jauh sekali dengan NET TV dalam tujuh tahun sudah harus berbenah demi efesiensi, sekarang sedang menggodok strategi demi kelangsungan perusahaan.
Tahun 2018 lalu, saya pernah berurusan dengan TVRI untuk sebuah acara, maklum waktu itu ada program pemerintah yang butuh media. Waktu pertama kali datang ke TVRI pusat di senayan rada-rada kaget, soalnya mirip banget sama kantor kelurahan. Sumpah sepi banget dan nggak ada aura perusahaan televisi getuh. Saya juga jarang-jarang lihat anak muda yang notabenenya mayoritas pekerja televisi, bahkan produser untuk program yang berurusan dengan saya terlihat seperti kakek-kakek.
Sebagian besar waktu saya di TVRI senayan, dihabiskan dengan berkeliling karena tempatnya besar sekali tapi, banyak banget ruangan kosong atau ruangan yang nggak terpakai, berisikan peralatan broadcast dari zaman Soeharto. Beneran dah, TVRI di senayan nggak ada modernnya. Setelah program tayang, saya kontak produser yang bersangkutan untuk copy dalam bentuk dvd dan kena charge 250 ribu! OMG masa bayar? Dulu saya jadi creative officer kalau ada narsum yang butuh copy tayang, tinggal burn di dvd dan kirim nggak perlu bayar apalagi sampai 250 rebu! Najong dah.
Bukan berarti TVRI nggak mencoba bangkit loh, sejak 2017 mereka menghire konsultan untuk rebranding dan nggak main-main, mereka sampai rekrut Helmy Yahyah sebagai head LPP. Ini kabar gembira sekaligus bingung karena untuk maju saja sampai harus rekrut orang luar, terus yang selama ini di dalam ngapain? Helmy Yahya pun lebih memilih untuk membawa berbagai talenta dari luar seperti Gilang Dirga dan Tina Talisa dari pada memberdayakan human resource yang sudah ada.
Sekarang kita bisa lihat ada perubahan, mulai dari logo baru sampai susunan acara yang nggak jadul lagi, sekarang berbagai dokumenter bermutu bisa kita lihat di TVRI bahkan liga Inggris pun nongol loh di TVRI. Aplikasi TVRI klik pun sudah ada di google play bagi generasi millennial yang mau nonton kapan pun dan dimana pun. Sekali lagi untuk membuat berbagai perubahan ini, harus bawa orang luar loh dan yang di dalam selama ini ngapain?
Kebetulan salah satu konsultan yang dihire untuk project rebranding TVRI adalah mantan head saya di tempat dulu dan menurut kabar, sebenarnya hal tersulit dari rebranding TVRI adalah para karyawan negara itu sendiri, mereka sulit diupgrade dan nggak mau berberubah dari kenyaman ala ve-en-es. Padahal ini media loh yang notabenenya harus selalu mengikuti perkembangan zaman.
Kalau mau nostalgia ke zaman 90'an datang saja ke TVRI Senayan, bisa sekalian shooting film horror loh.
Kebayang kalau NET TV dengan acara-acara bermutunya disokong oleh pemerintah, dari pada menyokong sekumpulan orang yang jelas-jelas nggak mau upgrade dan cuma pengen santai. PHK terhadap pekerja kreatif yang benar-benar mau kerja mungkin bisa dihindari dan, kita bisa punya televisi nasional yang benar-benar efektif dalam menjadi media umum untuk masyarakat luas. Bahkan kalau perlu dimerge saja NET dengan TVRI, dengan jangkauan TVRI dan acara bermutu NET saya yakin Indonesia bisa punya channel nasional yang bermutu. Yeah i know, pasti pada bilang NET kan swasta sedangkan TVRI punya negara. Hello! Hari gene, demi sebuah kemajuan apa sih yang nggak mungkin?
Baca Juga : Tentang PHK NET TV
Siapa sih yang nggak kenal dengan TVRI tapi siapa juga yang nonton TVRI? Media milik pemerintah ini semenjak zaman reformasi gaung semakin tenggelam bahkan, boleh dibilang mati suri. Keadaan TVRI mirip sekali dengan PT POS dimana sekumpulan ve-en-es yang nggak bisa dipecat, malas untuk mengikuti perkembangan zaman.
TVRI meskipun sudah disokong oleh pemerintah tetap saja tertinggal dalam segala hal. Para ve-en-es yang harusnya jadi orang kreatif malah nggak mau berubah dan asik dengan kesantaiannya. Ketika semua orang jelas-jelas meninggalkan channel TVRI bahkan, sudah nggak perlu ada channel TVRI di televisinya, tetap saja tv tertua di Indonesia ini tak bergeming sampai pada tahun 2017 barulah terjadi perubahan.
Jauh sekali dengan NET TV dalam tujuh tahun sudah harus berbenah demi efesiensi, sekarang sedang menggodok strategi demi kelangsungan perusahaan.
Urusan Dengan TVRI
Sebagian besar waktu saya di TVRI senayan, dihabiskan dengan berkeliling karena tempatnya besar sekali tapi, banyak banget ruangan kosong atau ruangan yang nggak terpakai, berisikan peralatan broadcast dari zaman Soeharto. Beneran dah, TVRI di senayan nggak ada modernnya. Setelah program tayang, saya kontak produser yang bersangkutan untuk copy dalam bentuk dvd dan kena charge 250 ribu! OMG masa bayar? Dulu saya jadi creative officer kalau ada narsum yang butuh copy tayang, tinggal burn di dvd dan kirim nggak perlu bayar apalagi sampai 250 rebu! Najong dah.
TVRI Mencoba Berubah
Sekarang kita bisa lihat ada perubahan, mulai dari logo baru sampai susunan acara yang nggak jadul lagi, sekarang berbagai dokumenter bermutu bisa kita lihat di TVRI bahkan liga Inggris pun nongol loh di TVRI. Aplikasi TVRI klik pun sudah ada di google play bagi generasi millennial yang mau nonton kapan pun dan dimana pun. Sekali lagi untuk membuat berbagai perubahan ini, harus bawa orang luar loh dan yang di dalam selama ini ngapain?
Kebetulan salah satu konsultan yang dihire untuk project rebranding TVRI adalah mantan head saya di tempat dulu dan menurut kabar, sebenarnya hal tersulit dari rebranding TVRI adalah para karyawan negara itu sendiri, mereka sulit diupgrade dan nggak mau berberubah dari kenyaman ala ve-en-es. Padahal ini media loh yang notabenenya harus selalu mengikuti perkembangan zaman.
Berikut Foto-Foto di TVRI Senayan
Kalau mau nostalgia ke zaman 90'an datang saja ke TVRI Senayan, bisa sekalian shooting film horror loh.
Jadi?
Kebayang kalau NET TV dengan acara-acara bermutunya disokong oleh pemerintah, dari pada menyokong sekumpulan orang yang jelas-jelas nggak mau upgrade dan cuma pengen santai. PHK terhadap pekerja kreatif yang benar-benar mau kerja mungkin bisa dihindari dan, kita bisa punya televisi nasional yang benar-benar efektif dalam menjadi media umum untuk masyarakat luas. Bahkan kalau perlu dimerge saja NET dengan TVRI, dengan jangkauan TVRI dan acara bermutu NET saya yakin Indonesia bisa punya channel nasional yang bermutu. Yeah i know, pasti pada bilang NET kan swasta sedangkan TVRI punya negara. Hello! Hari gene, demi sebuah kemajuan apa sih yang nggak mungkin?
Baca Juga : Tentang PHK NET TV
Review Advan i Lite i7U/Ram 2GB/OS Nougat/Memory 16GB/Harga Rp 900.000 - Bagaimana sudah kapok pakai gadget dari brand Advan? Saya sudah dua kali pakai brand Advan yakni tab dan handphone, dua-dua ancur abis! Sampai saya pun jadi pesimis sekali dengan brand lokal ini. Selang beberapa tahun kemudian saya mencoba mencicipi tab 7 inch Advan Vandroid i Lite i7U, sebuah tab android kelas bahwa yang bisa ditebus hanya dengan harga 1 juta saja. Nggak ada ekspetasi apapun karena saya hanya butuh Advan Vandroid i Lite i7U ini untuk baca ebook dan nonton dikala senggang namun, setelah satu minggu pemakaian ternyata baru sadar kalau Advan sekarang berbeda dengan advan dulu loh.
Build In Material dan Design
Dari segi design nggak ada yang bisa dibanggakan karena, designnya sama saja dengan tab Advan yang lain, design cover bagian belakang yang diclaim terlihat mewah pun menurut saya biasa saja. Overall kelihatan banget kalau tab ini mumer dan luas 7 inch sama sekali nggak terasa, malah Advan Vandroid i Lite i7U masuk kategori compact size. Ya ilah kan ini versi i Lite, jadi enak banget bisa masuk tas pinggang dan masih bisa dipegang dengan satu tangan, kalau nonton di kereta pun nggak ribet.
Sayangnya material Advan Vandroid i Lite i7U ini plastik murah dan ringkih, saking ringkihnya, kita bisa dengan mudah patahin. Kalau jatuh pun saya jamin komponen di dalamnya bakal bermasalah karena kerasa banget nggak solid. Tapi finishingnya rapi dan cakep banget.
Layar, Hardware dan Software
Layar 7 inch dengan 1021 x 600 ini memang ala kadarnya, warna cenderung soft dan nggak pup up. Kalau nonton bluray juga kerasa banget warnanya pudar, parahnya layar Advan Vandroid i Lite i7U ini memantulkan bayangan dan ini ganggu banget kalau lagi nonton film. selain itu, touchscreen rada aneh karena untuk beberapa aplikasi seperti instagram, sepertinya over sensitif tapi aplikasi lain berjalan normal? Dan nggak ada sensor light jadi brightness nggak bisa otomatis kudu diset manual.
Silahkan perhatikan atutu benchmark dengan torehan score hanya 35486 memang nggak bisa diharapkan untuk main game berat. Score segini juga sama dengan handphone android low class namun, OS 7.0 memang jadi penolong buat Advan Vandroid iLite i7U.
Dari segi hardware Advan Vandroid i Lite i7U sudah dipersenjatai RAM 2GB ini salah satu alasan saya membeli Advan Vandroid i Lite i7U dengan CPU sc9850k alias spreadtrum CPU kelas bawah sodara-sodara tapi corenya sudah 4 loh. Jadi Advan Vandroid i Lite i7U nggak bisa dipakai maen game berat PUBG kalau Mobile Legend masih ok, itu pun setingan grafis low. Waktu atutu 3D pun Advan Vandroid i Lite i7U terlihat ngadat.
Untuk softwarenya Advan Vandroid i Lite i7U sudah android 7.0 (32 bit) tanpa sensor apapun! Nggak ada acceleration sensor, game rotation vector, gyroscope sensor, light sensor semuanya nihil.
Perfoma sih ok banget, saya nggak pernah nemu aplikasi yang ngadat atau lag semua lancar jaya, sekalipun sudah di instal berbagai apliaksi RAM dalam kondisi default hanya terpakai 780MB saja. Kecuali seperti saya sebutkan di atas, main game berat langsung yassalam Advan Vandroid iLite i7U ini. Tapi, untuk kebutuhan sehari-hari sama sekali nggak ada kendala.
Fitur
Advan Vandroid i Lite i7U sebenarnya sudah punya face id tapi saya nggak pernah pake dan sudah 4G LTE untuk dua simcard. ROM 16GB dan bisa ditambah dengan sd card. Selain itu Advan Vandroid i Lite i7U juga punya speedup, semacam clear cache untuk clean aplikasi yang tengah berjalan di background dan secara otomatis bakal matiin aplikasi yang kebuka tapi nggak kepakai. Ini alasan kenapa Advan Vandroid i Lite i7U lancar nggak pake lag.
Camera
Advan Vandroid i Lite i7U ini pun punya dua camera 5Mp di depan dan di belakang, sayangnya kualitasnya parah banget tipikal android murah, fotonya whiteish atau brightnya over banget jadi kek putih dan silau getuh. Buat yang suka selfi sukaesih, Advan Vandroid i Lite i7U sangat tidak disarankan.
Perhatikan kualitas foto Advan Vandroid i Lite i7U ini, sekalipun sudah outdoor dengan cahaya maksimal masih juga nggak ciamik. Fokus blur dan brightnessnya over banget.
Baterai
Baterai hanya 2500maH tapi awet banget, dipakai nonton bluray 2 jam pun masih sanggup tanpa ngecash seharian kalau internetan memang tergantung jaringan, pakai wifi Advan Vandroid i Lite i7U baterainya awet tapi kalau pakai jaringan 4G standar, setengah hari kita harus sudah cash lagi.
Overall
Overall saya puas dengan performa Advan Vandroid i Lite i7U ini, karena nggak ada lag ataupun lemot, multitasking lancar dan baterai pun awet. Untuk download pekerjaan dari Trello dan Google Drive no problem, pakai microsoft office nggak ada kendala, bentuknya pun compact bisa dipakai kapanpun dan dimanapun. Sementara untuk minus nggak bisa dipakai game berat, bukan masalah karena saya nggak main game. Terus nggak ada sensor apapun juga nggak begitu berarti sih, kalau untuk kamera yang bapuk, nggak kepakai juga di tab.
Advan Vandroid i Lite i7U ini juga kemajuan banget buat brand Advan, biasanya kualitas brand ini kacau banget, lemot dan banyak bugs belum lagi dulu tab sama smartphone Advan suka dipasang apllikasi bloatware yang nggak penting sementara di Advan Vandroid iLite i7U, malah bersih banget nggak banyak apps sampah.
Lagi ramai banget nih, perihal NET yang sedang kesulitan financial dan mau PHK karyawannya. Menurut info mengapa NET TV ini kurang sukses dikarena idealisme mereka, seperti nggak mau pasang iklan selama 3 menit dan terlalu hura-hura saat ultah. Tahukah ultah NET TV seperti apa? Artisnya pasti dari luar negeri. Banyak juga yang bilang acaranya segemented untuk menengah ke atas sementara orang menengah ke atas sudah nggak nonton tv lagi, mereka ada di platform digital.
Terlepas dari alasan sesungguhnya, saya mempunyai pengalaman yang sama seperti para karyawan NET TV ini. Dulu pun saya bekerja pasa sebuah tv yang memproduksi tayangan bukan untuk menengah ke bawah, saya membuat documentary berkualitas international sekelas BBC dan national geographic bahkan bule-bule yang waktu itu nonton saja takjub. Sebelas dua belas dengan NET TV tempat dulu saya bekerja pun memPHK karyawannya, untungnya saya sudah nggak di sana waktu itu.
Kegagalan finansial tv tempat saya bekerja dulu dikarenakan manajemen dinausaurus, dimana orang-orang dengan mindset cetak mengurus layar kaca dan lebih parahnya dahulu mereka sudah pernah gagal dengan TV7 kemudian gagal kembali di bidang yang sama? Terperosok di lubang yang sama tapi nggak pernah belajar.
Konten-konten berkualitas seakan nggak mampu menarik minat pengiklan? Saat itu pihak manajemen yang terbiasa menjual slot kertas koran, memang nggak ngerti cara jualan di tv belum lagi manajemen dinausaurus yang nggak ngeh pentingnya untuk memperluas jaringan. Sampai waktu itu channel spacetoon nggak jadi dibeli, lebih parah channel anteve pun nggak mau padahal sudah ditawarkan sebelum akhirnya menjadi TVONE.
Beban produksi yang tinggi membuat manajemen dinausaurus, berusaha menyelamatkan perusahaan dengan berubah menjadi tv berita karena produksi akan jauh lebih murah namun itu pun belum cukup. Akhirnya semua divisi intertainment di-PHK dan hanya tersisa divisi news and documentary yang memang benaung di bawah dua PT yang berbeda.
Konten Berkelas Nggak Laku?
Siapa bilang konten berkelas nggak laku? Yang salah cuma cara kita menjualnya dan tempat kita menjualnya. Ibarat kata jual Versace di tanah abang yang kebanyakan pembelinya adalah ibu-ibu BPJS. Tentu ibu-ibu BPJS nggak bakal mau beli Versace sekalipun mereka punya duit, mana ngerti mereka sama merk Versace. Sama halnya seperti tv dimana yang nongkrong adalah kalangan menengah ke bawah, dikasih tonton high class yah remuklah, otak dan IQ mereka.
Lebih Bangga Bikin Konten Berkelas Dari Pada Alay
saya merasa bangga dan puas karena pernah membuat program tv berkualitas tinggi dari pada program tv sukses tapi, sampah! Seperti Dahsyat dan kawan-kawannya, sama sekali nggak ngerti apa yang harus dibanggakan sama program-program seperti itu?
Baca Juga : NET TV Bangkrut Apa Kabar TVRI?
Baca Juga : Matinya Kreatifitas di Dunia TV
Baca Juga : Ekploitasi Kemiskinan Lewat Acara Mikrofon Pelunas Hutang
Baca Juga : NET TV Bangkrut Apa Kabar TVRI?
Baca Juga : Matinya Kreatifitas di Dunia TV
Baca Juga : Ekploitasi Kemiskinan Lewat Acara Mikrofon Pelunas Hutang
Pas lagi cari pembersih wajah
buat laki di toko daring, nggak sengaja nemu satu merk yang menurut saya kurang
familiar dan setelah riset ternyata ini merk dari luar dan sudah ada semenjak
1976. Freeman sendiri ternyata merupakan pemain baru di Indonesia dan mostly
ada karena di bawa oleh para reseller dari luar negeri. Jadi the mask experts
since 1976 ini belum resmi launching di Indonesia. Setelah riset berkepanjangan
akhrnya saya memutuskan untuk menjatuh pilihan pada Freeman polishing charchoal
and black sugar/ gel mask and scrub, set dah Panjang bener nama ini produk.
Kalau dari packegingnya sih biasa
saja, bentuk tube besar 175 ml dan yang bikin saya rada-rada gimana adalah
harganya yang lumayan murah untuk sebuah produk dai luar negeri. Kemungkinan besar karena belum resmi, harga
produk Freeman ini bisa murah seperti halnya handphone BM.
Begitu produknya sampai dan saya
lihat lumayan bikin bingung juga sebab, Freeman polishing charchoal and black
sugar/ gel mask and scrub nggak seperti pembersih wajah kebanyakan yang pernah
saya pakai. Bentuknya gel dengan arang hitam plus ada butiran gula, yep! Ada
butiran gula yang gede-gede. Cara pemakaian seperti mask tinggal dioles di
wajah saya dan awalnya saya kira, akan jadi keras seperti mask lainnya tapi
polishing charchoal and black sugar/ gel mask and scrub ini nggak sama sekali!
Jadi setelah 5-7 menit harus cuci muka seperti pakai scrub.
Pemakaian
Saat dioleskan ke wajah ada
sensasi panas getuh dan kalau kena jerawat juga rada panas gimana getuh tapi,
untungnya cuma sementara saja karena setelah satu menit sensasi panasnya
menghilang, termasuk daerah yang ada jerawatnya. Nah, butiran gulanya yang
menurut saya berfungsi sebagai scrub nggak begitu cocok buat kulit sensitive
dan ditakutan gampang bikin breakout atau iritasi.
Untuk hasilnya ternyata bagus
banget, awalnya dengan begitu banyak bahan dan gula scrub, kulit bakalan kering
kerontang dan kasar kek pake Biore getuh tapi Freeman ini beda karena kulitnya
jadi moist gimana getuh, terus ada efek kencangnya juga seperti setelah pakai
mask.
Freeman
polishing charchoal and black sugar/ gel mask and scrub ini, bisa disebut
masker all in one. Buat detox, exfoliat, cleaner tapi menurut saya, Freeman polishing
charchoal and black sugar/ gel mask and scrub termasuk heavy product for skin.
Entah kenapa saya merasa Freeman polishing charchoal and black sugar/ gel mask
and scrub jauh lebih cocok untuk pemakaian dalam keadaan berat saja, habis
kerja rodi di luar, abis dari rig pengeboran tambang, abis keluar hutan kalau
sekadar bersihin muka setiap hari, kaya kasihan kulitnya kena gula scrub terus.
Jadi saya baru lihat film Terlalu Tampan di Iflix dan to be honest, film ini melebihi ekspetasi saya bahkan boleh dibilang dari semua film lokal di tahun 2019 ini cuma Terlalu Tampan yang bisa saya nikmati selebihnya pengen muntah. Mulai dari cinematografi, acting pemain dan segala rupanya mengingatkan pada film-film remaja Thailand walaupun, dari segi plot dan storyline memang kedodoran tapi harus diingat, Terlalu Tampan ini adaptasi komik bukan novel dan kalau kalian baca sendiri komik Terlalu Tampan di Line, menurut saya adaptasinya sudah baik.
Sayang seribu sayang jumlah penonton Terlalu Tampan ini nggak terlalu menggembirakan bahkan, kalau nggak salah kurang dari 500 ribu orang, yang dimana angka segitu untuk big budget film adalah sangat mengecewakan dan saya sendiri punya beberapa alasan namun, ini murni sunjektif saya sebagai seorang pecinta film.
Marketing Yang Salah
Waktu pertama kali keluar saya susah banget ngajak orang buat nonton Terlalu Tampan sebab, banyak yang bilang kalau Terlalu Tampan film bocah. Padahal film Dilan 1991 juga film bocah bukan? Dari trailer sampai iklan yang terlalu ditujukan buat kaum abg ini, bikin penonton di luar target market males nonton sekalipun cuma iseng. Ujungnya baru nyesel nggak ke bioskop pas lihat di Iflix
Promo film ini juga menurut nggak kenceng dan wah, saya merasa production housenya terlalu yakin dengan embel-embel based on famous webtoon, mungkin dikira Terlalu Tampan ini bakal booming sendiri karena sudah terkenal di webtoon makanya nggak butuh promo dan marketing yang out of the box.
Saya juga benar-benar bingung dengan marketing dan promo Terlalu Tampan ini sebab, dia nggak menyasar penonton di luar target market tapi kenapa semua review dari orang-orang di luar target market? Saya sama sekali nggak lihat para pembaca webtoon kasih review, kalau di googling semua review dari orang-orang berumur? Kalau begini gimana mau viral? Kenapa fans webtoon nggak dikasih tiket gratis dan disuruh bikin review di sosial media mereka, dari pada ngundang media dan yang dateng wartawan berumur 30 ke atas yang bahkan belum pernah baca webtoon?
Storyline Yang Kedodoran
Salah satu faktor utama yang membuat Terlalu Tampan kurang laku adalah storyline yang kedodoran dan dipaksakan banget untuk bisa hampir dua jam. Padahal untuk sebuah film remaja komedi, apa lagi adaptasi komik, durasi sepanjang itu menjemukan terlebih, premis Terlalu Tampan sendiri simple namun seolah dari novel 400 halaman lebih. Kalau memang ingin memasukan semua unsur dari komiknya kenapa nggak dibuat jadi dua film dari pada maksa hampir dua jam.
Nikita Willy Dan Geng Sinetron
Hemm, kenapa juga Nikita Willy dkk jadi alasan film Terlalu Tampan kurang laku? Sebenarnya saya juga heran Nikita Willy mau sebagai peran pembantu karena, biasanya dia jadi peran utama dengan film-film you knowlah. Menurut saya Nikita Willy sebagai Amanda salah besar, fans Nikita sudah pasti alay dari sinetron dan mereka nggak baca webtoon. Lagi pula penggemar Nikita yang biasa nonton sinetron, mana bisa di kasih film seperti Terlalu Tampan!
Hal ini juga berlaku untuk Ari Irham dan kawan-kawan, nggak ngerti kenapa maksa banget pakai pemain sinetron? Soalnya 8 juta orang yang baca komik Terlalu Tampan di webtoon, bukan tipe yang nonton sinetron, mereka gen millenial internet jadi, lebih baik seorang selebgram atau youtubers. Hal ini berimbas pada malesnya para pengemar webtoon Terlalu Tampan, sudah mukanya jauh dari pada komik (kecuali Iis Dahlia) isinya geng sinetron pula.
Sayang banget film sebagus ini kurang diapresiasi, malah kalah sama film sampah semacam Dreadout dan Kuntilanak bahkan Preman Pensiun pun sanggup tembus satu juta penonton.
Kalau baca judulnya, pasti kalian semua pada bingung mengapa film After ini saya sandingkan dengan film lokal Dear Nathan? Sebab, film After ini seperti Dear Nathan sama-sama berasal dari wattpad. Begitu pula dengan kualitasnya baik buku maupun film, After karya Anna Todd yang populer di wattpad ini mengalami hal serupa dengan Dear Nathan karya Erisca Febriani, begitu keduanya dibukukan langsung banjir hujatan saat di review. Mayoritas pembaca buku langsung memberikan bintang satu di goodreads dan dianggap sebagai karya mentah yang nggak layak untuk dibukukan. Bahkan, alur cerita dan premis After sama dengan Dear Nathan, entah ini kebetulan atau bukan, sekalipun banyak pihak yang mengklaim bahwa After merupakan karya fan fiction Anna Todd untuk Harry Styles. Setali tiga uang dengan bukunya, After pun mengalami banyak caci maki bahkan sampai nggak laku di negara asalnya sementara, Dear Nathan masih beruntung dengan 800 ribu penonton.
Storyline Dengan Hamparan Plot Hole
Setengah jam pertama After masih bisa saya nikmati, kisah Tessa gadis dari kampung nan lugu datang ke kota buat kuliah terus ketemu sama fuckboi bernama Hardin. Secara produksi After ini tergolong amat sangat baik namun, dari segi storyline saya langsung tepok jidat karena banyak banget plot hole di film After ini, belum lagi ceritanya langsung drop setelah setengah jam pertama.
Begitu adegan dimana pacar Tessa datang dan mereka datang ke party di hutan, mulai kerasa janggalnya. Sebab, pacar Tessa yang masih SMU langsung diberi coke bukan bir dengan alasan dia masih di bawah umur. Terus semua orang di party itu tahu dari mana? Pacar Tessa masih SMU, secara dia baru pertama kali begaol ke kampus Tessa.
Masih di scene party tengah hutan, ketika adegan kiss and blow dan Tessa dipaksa buat ciuman tetiba Hardin ngamuk padahal ada pacar Tessa disitu. Ini apaan sih? Janggal dan kerasa maksa banget, saya sampai geleng-geleng. Setelah itu Tessa diminta tolong buat tenangin Hardin yang ujug-ujug ngamuk di rumahnya. Saya di sini pengen nabok si Hardin dah, soalnya adegan pas dia lepasin botol Jack Daniel terus jatoh dan hancur berkeping-keping. Anying! Kalian semua pernah mabok nggak sih? Botol Jack Daniel itu tebal banget, nggak mungkin cuma lepas dari tangan dalam keadaan duduk terus hancur berkeping-keping, itu botol kudu dibanting atau digiles traktor keleus! Terus gobloknya si Tessa malah mulung itu serpihan botol Jack Daniels pake tangan kosong, set dah! Pake logika napa? Dipikir mau maen debus kali. Lagian ngapain mulung beling botol Jack Daniels, faedahnya apa?
Selanjutnya ketika Tessa kepergok sama emaknya pas lagi wik-wik di kamar asrama, mereka berdua terus ribut di bawah tangga. Emak sama anak ribut ini, benar-benar nggak kerasa seperti cuma adegan tambalan aja padahal inikan salah satu klimak konflik.
Ending Dengan Anti Klimak
Ending film After ini juga bapuknya minta ampun dah, ternyata rahasia kelam si Hardin cuma taruhan truth or dare dong! Mana si Hardin cuma dipaksa sama temen buat jujur, buset dah! Si anying, saya pikir Hardin jadi fuckboi punya masa lalu yang kelam atau rahasia apa getuh. Terus kalau benci sama bokapnya, ngapain juga ikut bokap? Mending tinggal sama nyokap sekalipun kismin di London. Terus emak tirinya kenapa punya anak kulit item dah? Sumpah saya pengen nabok yang bikin.
Karya Mirip, Penulis Bentuknya Mirip
Memang kualitas wattpad itu cuma bisa menyenangkan kaum abg yang nggak punya duit beli buku dan nongkrong di wattpad. Film After ini sumpah mirip banget Dear Nathan dari premis sampai alur, sudah begitu saya penasaran dengan sosok Anna todd, and you know what? Ternyata bukan cuma karya saja yang sama karena, Anna Todd mirip sama Erisca Febriani. Sepertinya tipikal perempuan seperti ini memang rajin ngayal perihal hubungan super hot sama fuckboi yang supah dupah good looking.
Awal kemunculan trailer Brightburn lumayan bikin hype dan bikin semua orang nunggu-nunggu film yang dilabeli sebagai film horor ini. Pastinya kita semua bakal mikir kalau film Brightburn ini something different di tengah belantara Marvel dan DC comic. Keraguan saya mulai muncul saat minggu pertama Brightburn release sebab, film ini nggak hype dan nggak terlalu sukses di box office dengan perolehan $28 juta saja kendati begitu, Brightburn tetap berhasil meraih keuntungan besar karena budget produksi yang cuma $6-12 juta saja.
Plot yang klise
Brightburn mempunyai plot cerita yang amat sangat klise bahkan, plot Brightburn ini sama dengan film sejenis yakni Chronicle cuma beda threatmen saja. Apa lagi memanfaatkan premis anti hero superman dimana semua orang sudah tahu kisah superman maka dari itu, we want something different tapi nggak ada sama sekali di Brightburn sehingga yang muncul hanya kekecewaan.
Banyak Plot Hole
Plot yang klise ini pun diperparah dengan munculnya beragam plot hole, betul saudara-saudara Brightburn ini punya banyak plot hole. Misalkan:
Ketika pesawat yang membawa Brandon pertama kali crash ke bumi, masa cuma tokoh utama yang sadar ada benda dari luar angkasa jatuh? Padahal getarannya kerasa sekali sementara, kota Brightburn ini merupakan kota kecil, nggak mungkin orang lain nggak merasa getaran ketika pesawat Brandon jatuh ke bumi. Belum lagi penampakan yang bakal dikira sebagai komet di angkasa, masa nggak ada satupun warga kota yang lihat? Plot hole ini diperparah dengan adegan Ibu Brandon googling perihal meteor yang jatuh di Brightburn, ini gimana sih? Kalau sampai ada di google dan semua orang tahu ada meteor yang jatuh di Brightburn, masa satu kota nggak ada meriksa? Masa pemerintah Amerika nggak turun tangan atau kirim Men In Black atau militer?
Terus adegan dimana sherif yang lihat lambang Brandon di dua lokasi pembunuhan, bisa langsung ngeh, kalau lambang berbentuk huruf BB yang saling berlawanan arah itu, ternyata inisial dari Brandon Breyer? Padahal kalau dilihat sekilas lambang itu terlihat seperti anagram. Belum lagi, mana mungkin bisa nuduh anak umur 12 tahun sebagai dalang pembunuhan tanpa disertai bukti-bukti kuat.
Media aja nggak tahu kalau lambang itu singkatan dari Brandon Breyers |
Pas adegan klimak dimana Tori Breyer nelpon suami dan sherif pun janggal banget sebab, layar iphone yang dipake nelpon sama sekali nggak nyala. Dipikir penonton nggak bakal ngeh kali yah? Waktu telepon selesai pun, itu layar iphone sama sekali nggak nyala.
Buat saya Brightburn tertolong berkat acting para pemainnya dan durasi yang cuma 1 jam 30 menit saja. Selebihnya Brightburn nggak kerasa seperti film layar lebar, malahan Brightburn ini cocoknya jadi konten di Netflix.
Brightburn Universe
Betul saudara-saudara, Brightburn punya universe sendiri. Layaknya Marvel, film ini punya post scene di ending walaupun bukan habis credit title. Seperti terlihat pada gambar di atas (perhatikan super hero yang pakai baju merah) bakalan ada lima manusia super baru, dimana salah satunya berasal dari film terdahulu sang produser James Gunn yakni film indie, berjudul Super tahun 2010.
Perkenalkan Crimson Bolt dan Boltie yang dipastikan bakal muncul di Brightburn universe. Mereka berdua merupakan superhero dari film Super tahun 2010. Kalau kalian pikir Crimson Bolt dan Boltie punya super power kalian salah karena, mereka berdua ini versi murah dari Kick-Ass dan Hit-Girl.
Subscribe to:
Posts (Atom)