Facebook Me

download untuk Gramedia digital best romance novel

Review dan Penjelasan Film Vivarium

Sudah nonton film Vivarium? Kalau sudah pasti ada banyak pertanyaan mengenai film fiction twisted ini. Film Vivarium sendiri merupakan sebuah science fiction psikologi horor, kurang lebih sama dengan The X-files bahkan bisa dijadikan sebagai salah satu episodenya. Film ini buka oleh pasangan Tom dan Gemma yang sedang mencari rumah, lalu menemui sebuah agen pengembang yang rada aneh, singkat cerita dibawalah mereka berdua menuju komplek perumahan yang semua rumahnya sama berwana hijau, lalu mereka pun ditinggalkan di sana. Pasangan ini terjebak dalam labirin perumahan dan nggak bisa lolos sampai akhirnya mereka diberikan petunjuk dalam kardus, untuk membesarkan seorang anak dan setelahnya akan dibebaskan.

Review dan penjelasan Vivarium

Lalu dimulailah perjuangan Tom dan Gemma untuk keluar dari labirin perumahan dan mengetahui siapa dan apa anak yang mereka besarkan ini. Keduanya punya cara yang berbeda dalam menghadapi hal ini, Tom depresi dan larut dalam kegilaannya sendiri sementara Gemma mencoba lebih realistis. Vivarium lebih mengulas efek psikologi terhadap Tom dan Gemma yang desperate untuk bisa keluar, ketimbang misteri apa yang sedang menjebak mereka.

Apa Itu Vivarium?

Komplek perumahan yang semua rumahnya hijau dan bak labirin ini adalah umpang bagi manusia, dimana akhirnya Tom dan Gemma nggak bisa keluar. Jadi Vivarium ada sebuah kandang yang dirancang khusus untuk menjebak dan mengamati mahluk penghuninya. Dalam film ini Vivarium bukan sekadar kandang biasa namun, bisa melibas realitas dan menghentikan waktu. 

Siapa The Boy?

The boy atau anak yang harus dibesarkan oleh Tom dan Gemma ini siapa? The boy adalah seekor anak dari mahluk hidup yang sudah lama berada di bumi dan hidup berbarengan dengan manusia, the boy membutuhan bantuan manusia untuk belajar banyak hal, agar bisa bertahan hidup bersama manusia namun, the boy ketika besar harus keluar rumah untuk bertemu dengan jenisnya, demi mempelajari keterampilan hidup jenisnya.

Kalau kalian penasaran seperti apa bentuk asli dari mahluk the boy, coba perhatikan buku merah yang selalu dibawa the boy. Saat Gemma membukanya, ada gambar fisiologis dari mahluk the boy. Dasarnya mereka berbentuk seperti manusia namun, dengan leher bisa mengembang dan dalam keadaan terdesak atau melarikan diri, mereka berlari dengan empat kaki.

Mahluk the boy tidak bisa mengenali emosi manusia, mampu meniru suara manusia dan berkomunikasi dengan suara seperti katak. Ingat suara katak yang didengar Tom saat menggali? Itu adalah panggilan untuk the boy dari kaumnya.

Karena bisa menciptakan jebakan realitas kemungkinan besar mahluk the boy adalah alien.     

Buku dan Film yang di Tonton The Boy

Gemma dan Tom memang membesarkan the boy namun, mereka hanya bisa memberikan keterampilan dasar untuk bertahan hidup diantara manusia. Maka dari itu jenis the boy, memberi pelajaran lewat tayangan TV yang sekilas terlihat seperti alat hipnotis dan buku merah yang selalu dibawa  adalah buku pelajaran mahluk the boy.  

 Kenapa Tom dan Gemma Mati?

Makanan yang dimakan Gemma dan Tom adalah plastik makanya nggak ada rasa sementara, mereka sudah berada dalam Vivarium selama berminggu-minggu. Lambat laun kesehatan mereka berdua semakin menurun.

Tom mati karena selama berhari-hari menggali lumpur tanah liat berwarna kuning bahkan, sampai tidur di dalam galian tersebut, akibatnya racun dari lumpur tanah liat terhirup . Saat dimandikan Gemma terlihat lebam di punggung. Tahukah, kalian bahwa Tom sebenar berkelahi dengan the boy makanya dia mengurung diri di kamar dan nggak keluar karena nggak berani ketemu.  

Sementara Gemma mati karena kelelahan dan kelaparan, ingat the boy mengunci rumah dan tidak memberi makan Gemma selama dua atau tiga hari. Semua kekuatan terakhir Gemma digunakan untuk membunuh the boy.

The boy tumbuh dengan cepat saat, keduanya akhirnya sepakat untuk membunuhnya sudah terlambat karena, the boy sudah besar dan kuat. Makanya Gemma menyesali keputusan  menyelamatkan the boy saat Tom hendak membunuhnya ketika kecil. 

Ending Scene Gemma

Dalam ending scene ketika Gemma berusaha mengejar dan membunuh the boy, ia jatuh ke Vivarium lain dimana ada manusia lain yang terjebak dan dipaksa untuk membesarkan mahluk the boy. Setiap Vivarium punya warna tersendiri karena, warna itu menjelaskan keadaan psikologi manusia yang terjebak di dalamnya.

Lalu Gemma kembali ke dalam Vivariumnya? Karena memang nggak ada niatan untuk membebaskan manusia yang sudah masuk ke dalam Vivarium. Yang dimaksud dengan release adalah kematian, jadi andai Gemma dan Tom membesarkan the boy dengan baik, mereka berduapun akan mati ketika the boy sudah besar.

Apa yang sebenarnya terjadi? Berdasarkan Sutradara Lorcan Finnegan

Kalau kalian jeli, sebenarnya film Vivarium ini sudah menjelaskan semuanya saat di awal. Ingat opening scene burung jenis brood yakni, jenis burung yang ogah membesarkan anaknya sendiri dan akan memilih untuk menaruh telurnya di sarang burung lain dan membiarkan burung pemilik sarang untuk membesarkan anaknya. Vivarium mengambil prinsip yang sama, mahluk the boy sudah lama berada bersama manusia dan cara mereka bertahan hidup adalah, dengan mengambil manusia menjadi parasit orang tua.

Selain itu Vivarium pun, mencoba menjelaskan realitas impian manusia untuk membeli rumah dan menciptakan pasar real estate. Akibatnya banyak real estate yang membuat rumah dan menjualnya dengan harga mahal namun, nggak ada yang sanggup membeli.

Baca Juga : Review Dan Penjelasan Film Annihilation

Baca Juga : Review dan Penjelasan Hereditary Serta Iblis Paimon

Related Post

Review Sputnik : Science Fiction Horror Rusia Dengan Ending Jeblok

Nggak sengaja nemu sebuah film yang terlihat sangat menjanjikan seru, mulai dari distributornya IFC Midnight Film sampai trailernya yang apik banget, kelihatan nggak cheesy. Lebih awesome lagi film Sputnik bukan dari negeri paman sam tapi, dari negeri Vladimir Putin. Sekilas film Sputnik terlihat seperti film Jake Gyllenhaal, berjudul Live tahun 2017 silam. Namun ternyata Sputnik lebih dari sekadar film science fiction standar Hollywood namun, kedodoran di storyline.

Review Film Sputnik

Premisnya memang nggak asing, dimana ada kosmonot yang kembali ke bumi namun, dihinggapi oleh parasite alien.  Jadi keseluruhan cerita film Sputnik ini Cuma mengulas, bagaimana bisa? Hubungan Antara si kosmonot dan si alien, ditambah bumbu humanisme dimana dokter dan ilmuwan yang diperintahkan militer untuk menyelidiki akhirnya jatuh simpati pada nasib si kosmonot.

Lima belas menit pertama nonton saya takjub banget, karena cinematografi sama art designya kece abis. Benar-benar dapet banget buat menggambarkan nuansa hopeless, lonely dan kelam ala-ala uni soviet tahun 1950an. Semua aktornya punya ekspresi datar, sepertinya semua orang di Rusia tahun 50an seperti itu yah? Belum lagi saya nggak terbiasa sama bahasa rusia yang benar-benar datar tanpa intonasi atau penekanan. Jadi awal-awal film Sputnik ini kerasa hampa tapi, bikin heran ujungnya bakal penasaran banget.

Sayangnya, setelah satu jam film Sputnik ini justru anjlok storylinenya. Kita awalnya dikasih pengharapan kalau film ini bakal punya plot twist atau ending tak terduga, malah berubah jadi klise banget. Capek-capek build intens triller ujungnya kek film-film science fiction biasa.

Misteri demi misteri yang terkuak Cuma berujung sama sebuah ending yang sudah ada di ribuan film lainnya.  Kolonel Semiradov yang dari awal bilang mau bantu misahin parasite alien dari si kosmonot ternyata, punya niat buat menjadikan  kosmonot dan parasite alinenya sebagai senjata adalah sebuah cerita yang super amat klise! Saya nggak ngerti, kenapa udah build cerita yang wah tapi, ujungnya meh?

Endingnya mereka sadar kalau, si kosmonot dan si alien sudah menjadi simbiosis mutualisme dan nggak bisa dipisahin. Adegan si dokter dan si kosmonot melarikan diri dari pangkalan militer juga, bikin geleng-geleng kepala. Soalnya tergolong gampang banget dan saya pikir si kosmonot juga bisa aja keluar sendiri dari dulu, cemana ini film?

review film sputnik

Beruntung dosa film Sputnik ini cuma di storyline dengan ending yang jeblok, selebihnya bagus banget. Jarang ada film eropa apa lagi rusia yang punya kualitas seperti Sputnik.

Baca Juga : Brightburn Horor Yang Mengecewakan

Baca Juga : Review Safety Not Guaranteed Film science fiction-romantic comedy

Related Post

Bagaimana Manusia Pasif Menghancurkan Energi Kalian

Beberapa tahun lalu saya pernah menulis tentang manusia pasif, tipikal orang yang nggak mau ngapa-ngapain yang hidupnya cuma sekadar berkembang biak saja.  Dulu saya tulis manusia pasif di kantor yang ogah melakukan apapun, cuma datang kerja terus pulang.

Sekarang saya ketemu lagi sama tipikal manusia pasif ini, sialnya terlalu lamban saya untuk ngeh kalau orang ini manusia pasif karena awalnya cuma ngira kalau orang ini beda selera saja, sampai pada sebuah obrolan barulah saya ngeh “lah ini sih manusia pasif.”

Pantesan, orang ini kalau ada sesuatu yang nggak beres selalu diam saja. Pura-pura buta dan nggak tahu apapun yang penting bisa pulang dan kantor deket sama rumah, sudah itu saja. Dulu kalau diajak begaul pun sulit, pengennya santai terus pulang ke rumah.  Ogah untuk melakukan perubahan, sekalipun itu cuma speak up seperti bilang kalau system ini kurang bagus ataupun rekomen sesuatu.

Terus terang semenjak sadar kalau ada manusia seperti ini, saya sih sudah menjauhi dan bahkan sampai block kontaknya sebab, buat orang seperti saya tipikal manusia pasif cuma bikin kesal saja, bener-bener nggak bring up mood dan low energy. Mending nggak usah deket-deketlah, kebayang kalau punya ide bisnis atau travelling terus ngajak manusia pasif, yang ada mereka malah kasih energi negatif.

Dan jangan pernah jadiin manusia pasif tempat curhat yang ada, malah menjatuhkan secara halus. Mereka bakalan jadi toxic positivity. Misalkan ada system yang nggak beres terus saya bilang, “kenapa nggak diganti begini aja? Lebih simple dan efisien.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa? Itukan urusan mereka. Kita mah apa, mereka yang berkuasa kita ikutin aja.” Atau “Hari ini nonton ini terus nongkrong di sini yuk.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa sih? Ah…males bla..bla..bla.”

Dalam sepersekian detik manusia pasif bakal menghancurkan mood dan mengubah energi positif ke negatif.

Makanya saya lebih baik menghindari tipikal manusia seperti ini sebab, nggak bakal maju main sama manusia pasif. Mereka lebih suka monotonisme dari pada bergerak ke arah yang lebih baik. Salah satu manusia pasif yang saya kenal, selama bertahun-tahun tetap saja ada di situ. Padahal semua orang sudah resign karena nggak nyaman dengan system yang bobrok, sementara dia malah adem ayem saja aka betah.   

Coba kalian perhatian ada nggak manusia pasif di kantor bahan dalam inner circle kalian? Jangan sampai mood dan energy kamu drop karena bergaul dengan manusia pasif, berapa banyak ide dan kesempatan yang dijatuhkan oleh manusia pasif, makanya carilah teman dengan satu frekuensi energi yang sama. Lebih parah kalau kalian dapet pasangan manusia pasif, yassalam dah setiap hari energi kalian dimatikan dengan kata-kata, “buat apa sih?” atau “ah malas” dan “ah ribet, nggak usah dah!”

Saya nggak bilang kalau manusia pasif ini jelek karena, semua manusia pasti berbeda-beda, ada yang aktif ada yang lebih suka santai dan nggak mau ada perubahan dalam hidupnya. Tapi, kalau sering kali membawa energy negatif dan bad mood, buat apa juga? Makanya, saya lebih suka menghindari saja.

Baca Juga : Apa Itu Manusia Pasif
Related Post

Resensi Firefight : The Reckoners Trilogy Sekuel Dengan Sub Plot Dalam Plot Utama?

Setelah membaca Steelheart yang bikin takjub sekaligus berat, saya memang nggak langsung pindah ke buku kedua The Reckoner Trilogi : Firefight dan beruntung punya banyak waktu luang dalam masa WFH ini sampai akhirnya berhasil menamatkan Firefight. Buku setebal 500an halaman ini memang nggak gampang buat dituntaskan, berbeda dengan buku fiksi dystopia lainnya The Reckoner Trilogy butuh otak cerdas buat mencerna.

Resensi Firefight : The Reckoners Trilogy

Sinopsis

Firefight dibuka dengan cerita David setelah berhasil membunuh high epic Steelheart, otomatis dia menjadi semacam selebritis sekaligus pahlawan di Newcago namun, setelahnya banyak epic lain yang datang untuk membantai The Reckoners. Untuk menghentikannya, Profesor membuat rencana membunuh high epic yang memerintahkan epic lain datang ke Newcago. High epic itu bernama Regalia dan mempunyai kekuatan untuk memanipulasi air bahkan, mampu untuk menenggelamkan kota Manhattan yang setelahnya disebut Babilar.

Resensi

Kalau ada yang pernah baca buku terus merasa puas, maka saya sarankan untuk baca Firefight ini. Seri kedua  dari The Reckoners Trilogy beneran nggak bisa ditebak, setiap masuk bab baru bakal disuguhi jalinan cerita yang nggak terbayangkan. Parahnya Brandon Sanderson, masukin berbagai sub plot ke dalam Firefight. Jadi saat baca plot utama  membunuh Regalia, kita masih disuguhkan berbagai sub plot

 seperti:

1.Plot membunuh epic Obliteration, Newton dan epic lain yang menjaga Babilar.

2.Plot rahasia kota Babilar,

3.Plot hubungan professor dengan Regalia,

4.Plot kisah cinta David dan Megan,

5.Plot kelemahan semua epic sampai rahasia Calamity.

Bayangkan semua itu dimasukan ke dalam satu buku! Bukan tanpa sebab sih, kenapa banyak banget sub plot yang dimasukan ke dalam Firefight. Brandon Sanderson sepertinya, nggak mau The Reckoners Trilogy ini jadi seperti buku dystopia lainnya yang beranak pinak, cukup trilogy saja. Imbasnya dalam satu buku harus banyak informasi yang dimasukan, semua informasi ini dijadikan sub plot dalam plot utama. Memang Firefight jadi nggak membosankan tapi, saya capek bacanya bahkan, sampai harus istirahat beberapa hari.

Beruntung semua sub plot ini nyambung ke plot utama bahkan, jadi benang merah atas semua yang terjadi di dunia The Reckoners. Saya nggak habis pikir gimana caranya, Brandon Sanderson bisa bikin sub plot di dalam plot utama yang ujungnya nyambung.  Belum lagi, mikirin gimana tokoh utama si David bisa nemuin kelemahan setiap epic yang dilawan, sumpah Firefight ini cerdas banget.

Kalau masih kurang sama plotnya yang melimpah, Brandon Sanderson juga masih kasih plot twist di ending. Yang semula dikira mau membunuh Regalia ternyata, malah membuat epic baru yang ada saya melongo bacanya. Otak udah nggak bisa mikir ini cerita mau kemana, jangankan mikirin alur cerita. Mau nebak kelemahan semua epic yang dilawan David aja susah, ujungnya pas epic itu mati saya harus kembali buka halaman di belakang biar ngeh kapan si David tahu kelemahan epic itu.     

Overall Firefight ini beneran 100% ngandelin kekuatan plotingan jadi, jangan heran pada kata-kata puitis, kegemaran readers lokal, malahan nggak ada quote yang bisa diambil dari Firefight dan roman antara David sama Megan pun nggak kerasa romantisnya karena memang cuma sub plot saja. Buat kamu-kamu yang biasa baca buku lokal best seller yang isinya, plot cerita remeh temeh cuma modal kata-kata puitis sama setingan borju pasti mampus otak meleduk baca Firefight.



Baca Juga : Resensi Steel Heart : The Reckoners Trilogy
Related Post

Analisis dan Review Telat Film 5 cm yang Cringe Abis!

Sumpah telat banget yah, baru nonton film 5 cm yang dirilis pada tahun 2012 ini. Sebenarnya dari dulu nggak sempat nonton dari baru ingat pas WFH karena ngubek-ngubek film lokal buat ditonton. Ternyata film 5 cm ini ada di hardisk dan sudah mengendap selama bertahun-tahun. Setelah saya menonton film 5 cm langsung menyesal sejaligus merasa beruntung tahun 2012 nggak ikut menyumbang pemasukan untuk film gejebo ini.  Kok bisa saya bilang film 5 cm ini gajebo? Simak penjelasan saya berikut ini.

analisis film 5 cm
Mahluk-mahluk ini mau naik gunung apa ke luar negeri sih?


Ini Video Klip Apa Film Sih?
Begitu masuk opening title dan nama Rizal Mantovani muncul, langsung saya merasa malas nonton film ini. Kelemahan utama mantan sutradara video klip tahun 90an ini, hampir sama di semua film-filmnya yakni, Rizal Mantovani nggak bisa membuild suatu cerita secara utuh dalam bentuk scene. Penyakitnya sama, termasuk film 5 cm ini yang cuma jumping dari satu scene ke scene lain mirip video klip. Parahnya dalam 5 cm banyak banget insert atau beauty shoot yang dirasa nggak perlu, mending kalau itu beauty shoot. 

Cinematography Keroyokan!
Film 5 cm ini pun diperparah dengan cinematography keroyokan! Maksudnya, cinematography nggak konsisten dari satu scene ke scene lain, ada yang yellowish pas scene kereta, terus greynish pas scene di gunung dan pas adegan di kota Jakarta beda lagi. Ini sih kelihatan banget kalau diambil sama tim produksi yang berbeda-beda. Jadinya saya seakan nonton film yang ditempel dari berbagai sutradara dan ini tergolong parah untuk sebuah film layar lebar.

Cringe!
Selain itu tokoh Zafran yang menurut saya cringe habis dan Arial yang serasa cuma tempelan. Banyak banget scene yang dipaksa buat jadi memoriable, dimasukin scoring mendayu-dayu ujungnya malah cringe. Padahal film 5 cm termasuk dalam kategori film coming age bukan film cinta menye-menye, lagi-lagi Rizal Mantovani gagal untuk bisa membawa soul persahabatan yang ada di dalam buku ke layar lebar. 

Kalau kalian ingat sebelumnya pada tahun 2004 ada juga film dengan kisah  persahabatan yakni, Mengejar Matahari. Nah, seharusnya 5 cm bisa konsisten dengan tema persahabatan bukan, malah kelihatan bingung mau jadi film romantis atau coming age? Saya sanksi sutradaranya mengerti makna buku 5 cm.

Menurut saya dalam film 5 cm ini justru yang mencuri perhatian dan malah dapat porsi besar Genta dan Riani. Kalau mau begitu naskahnya sekalian di rombak saja dan fokus sama kisah cinta mereka berdua, padahal novelisnya ikutloh jadi writer script tapi kok amburadul begini?

Malas Riset
Adaptasi mentah dan parah Rizal Mantovani ini pun terlihat ketika scene di gunung. Tahukan ketika film 5 cm keluar banyak banget yang protes buat berbagai adegan naik gunung. Sepertinya sutradara video klip ini, nggak ambil pusing buat riset gimana etika dan adab naik gunung. Saya sendiri ketawa ketiwi pas adegan naik gunung, rombongan ini terlihat seperti mau keluar negeri dari pada naik gunung.

Buat saya 5 cm termasuk film gagal adaptasi bahkan, saya nggak tahan buat nonton sampai habis. Capek dan cringe abis film 5 cm ini. Saran saya sih kalau memang mau bikin sekuelnya, pleaselah jangan pakai Rizal Mantovani lagi.      

Related Post

Review The Sun Is Also a Star : Plot Tipis dan Adaptasi Gagal

Film The Sun Is Also a Star ini udah lama masuk list must watch saya karena bukunya, sempat nghype di hampir semua akun bookstagram. Sayangnya The Sun Is Also a Star ini nggak masuk bioskop lokal jadi, kudu sabar nunggu bluray. Kalau dari segi cerita memang nggak menawarkan sesuatu yang baru sebab, plot The Sun Is Also a Star ini sama seperti six degrees of separation bahkan, The Sun Is Also a Star bisa dibilang versi cinta dari six degrees of separation.

Review film The Sun Is Also a Star

Gagal di Box Office
Adaptasi dari buku populer plus muncul Charles Melton aka Reggie mantle dari serial Riverdale. Film The Sun Is Also a Star diprediksi bakal booming! Tapi, nyatanya The Sun Is Also a Star malah gagal di box office padahal budget film The Sun Is Also a Star tergolong low banget cuma $7 juta dollar saja. Bahkan hampir nggak bisa balikin modal awal, kalau nggak ditambah pemasukan dari DVD bluray dan streaming.

Gagal Adaptasi dan Plot Tipis
Kok bisa film The Sun Is Also a Star ini ambruk di pasaran? Setelah saya tonton wajar saja sih karena,  film The Sun Is Also a Star ini menderita gagal adaptasi sebab, plot cerita tipis banget! Bahkan banyak beauty scene ditambah lagu-lagu kece dimasukan ke dalam film ini. Padahal durasi film cuma 1.40 menit saja bayangkan kalau semua beauty scene romantis dan beauty scene kota New York dihapus bisa cuma satu jam saja. 

Plot tipis diperparah dengan banyak flashback scene, buset dah! Udah tempelan beauty scene bejibun masih juga disuguhin flashback scene. Bayangkan cuma punya satu hari buat bikin cewek jatuh cinta tapi, nggak kerasa banget tuh aura deg-degan sama keburu-burunya, malah durasi 1.40 menit kerasa membosankan.

Kita juga nggak bisa simpatik sama karakter Daniel Bae dan Natasha. Karena dua-duanya missleading banget! Bayangkan Natasha yang keluarganya imigran miskin dari Jamaica tapi, gaya kece dan perlente bak tinggal di 5th avenue saja kemudian, Daniel Bae keluarga imigran Korea yang punya toko rambut khusus black people. Konlfik di keluarganya serasa hambar dan kakanya sama sekali nggak mirip orang Korea, itu mah orang Chinese please! Plot tipis bikin kedua karakter utama nggak bisa berkembang, jangan heran kalau chemistry Daniel dan Natasha malah kerasa janggal banget beud! Kek maksa buat fall in love dalam satu hari.         

Sinematografi Kece Abis!
Terlepas dari gagal adaptasi, film The Sun Is Also a Star punya kelebihan di sinematografi. Sumpah sinematografi film ini itu kece badai, padahal perkotaan tapi semuanya apik dan colornya pas banget. Bahkan, sinematografi indoornya pun keren, pas adegan di dalem karaoke pun simatografinya nampol antara natural light sama ambience colour Riverdale getuh.

Review film The Sun Is Also a Star

Menurut saya film The Sun Is Also a Star ini, lebih pas buat Netflix ketimbang layar lebar. Sayang banget screen writernya nggak ngerti gimana ngangkat cultural mix antara cewek kulit hitam sama cowok asia yang ada, malah gambar bagus tapi, cerita hambar banget.  

Related Post

Alasan Kenapa Saya Parno Dengan Mi Account dan Xiaomi Cloud?

Untuk para pengguna Xiaomi pastinya hapal jika brand ini, mempunyai fitur dan layanan yang mirip Iphone dengan icloudnya. Xiaomi punya Mi account dan Xiaomi cloud buat para penggunanya. Sebenarnya, haruskah kita menggunakan Mi account dan Xiaomi cloud ini pada saat menggunakan smartphone dari Xiaomi? kalau secara peribadi saya sih lumayan parno, kok bisa begitu? Mari kita simak penjelasan kenapa saya nggak pernah mau log-in ke Mi account dan Xiaomi cloud, apa lagi sampai back up semua data ke Xiaomi cloud.

Xiaomi diretas China

Fungsi Mi account dan Xiaomi cloud

Sebenarnya apa sih fungsi dari Mi account dan Xiaomi cloud?  Mi account diharuskan agar kita bisa mengakses Xiaomi cloud dan fungsi Xiaomi cloud sendiri kurang lebih sama dengan icloud, dimana kita bisa menyimpan kontak, foto, seting dan backup berbagai data  via cloud. Selain itu dengan mengaktifkan Xiaomi cloud, kamu bisa tracking smartphone. Xiaomi cloud memberikan akses pada fitur find device, andai kata smartphone Xiaomi kamu dicopet maka bisa dengan mudah mengetahui lokasi serta mengamankan data-data di dalamnya. 

Mi account dan Xiaomi cloud pun berfungsi banget, kalau kita ganti smartphone. Cukup login ke Xiaomi cloud maka semua setingan dan data, bisa dipulihkan ke smartphone lain tanpa harus pusing mindahin data satu persatu dan seting ulang smartphone baru kamu.

Kenapa Saya Nggak Berani Pakai Mi account dan Xiaomi cloud?

saya sendiri sudah terbiasa dengan icloud tapi, untuk Mi account dan Xiaomi cloud sama sekali nggak pakai. Kenapa? Karena ada isu thrust dengan brand asal Tiongkok ini. Kita semua sudah tahu bagaimana negara China dalam menghadapi privacy data, sebagai negara komunis dengan partai tunggal. China sama sekali nggak menghargai privacy semua warganya. Dan saya yakin 100% kalau negara China punya kewenangan untuk bisa mengakses semua data dari brand Xiaomi demi kepentingan negara. 

Lalu bagaimana dengan Icloud dari Iphone bukankah sama saja? Memang benar Iphone pun mengintip data kita namun, itu hanya sekadar untuk customize iklan yang akan tampil di berbagai apps bukan data kita secara keseluruhan. Sebab Iphone berasal dari Amerika yang mempunyai privacy policy untuk customers. Masih ingat dengan kasus Facebook dan Google yang disidang oleh dewan perwakilan Amerika karena diduga mengintip data para penggunanya?

Sementara untuk Xiaomi, mana mungkin disidang oleh pemerintah China karena mengintip data penggunanya? Justru pemerintah China akan memanfaatkan brand ini untuk mengumpulkan berbagai data demi kepentingan negara komunis tersebut. Pastinya, banyak yang bilang brand Xiaomi ketika memasuki negara lain bakal mematuhi privacy policy untuk customers. Memang betul on paper brand Xiaomi berkewajiban mematuhi privacy policy namun, apakah kamu yakin pemerintah China nggak minta buat ngintip data-data?  

Xiaomi di Amerika dan Eropa

Xiaomi sendiri di Amerika dan eropa berada dalam rules yang ketat, salah satunya dengan restricted provider and carrier serta penyesuaian google. Artinya produk Xiaomi yang dijual di Amerika dan eropa harus dapat certified by Google with native Google Android. Xiaomi versi ini sudah dipastikan oleh google dan pemerintah setempat aman dari proses mengintip sementara, di Indonesia justru sebaliknya, Xiaomi bisa leluasa lenggak-lenggok dengan ROM asli yang kita nggak tahu isinya apa saja? 

Tentunya masih ingat dengan kasus Huawei yang ditendang dari Amerika dan dilarang pakai OS android bukan? Hal ini disebabkan perangkat Huawei dirasa nggak aman oleh pemerintah U.S dan nggak punya versi certified by Google with native Google Android. 

China retas Xiaomi Cloud

Maka dari itu saya lumayan parno dan nggak aktifkan Mi account dan Xiaomi cloud sekalipun pakai Redmi 7A. Padahal kalau dipikir-pikir, saya juga bukan siapa-siapa dan apa sih yang bisa diintip dari data saya? Palingan cara dapetin kouta gratis dan donlot pelem gratis. Tapi gimana kalau yang pakai Xiaomi orang penting? 

Related Post

Blog Archive

VIVA ID

Popular Artikel

Total Pageviews

Ini Baru Loh

Dari mana Energi Negatif di Rumah Kamu Berasal?

  Disclaimer Kali ini saya mau bikin rangkaian artikel tentang energi negatif di rumah sebab, punya pengalaman tentang hal ini dan ini ada...

Powered by Blogger.

.

.

Search This Blog

Protected by Copyscape Online Plagiarism Scanner

Subscribe Us

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

About

Newsletter

If you like articles on this blog, please subscribe for free via email.

Subscribe Us

Facebook