Pages
Buat yang suka hangout di mall and anak gaol Jekardah pasti udah nggak asing sama nama tempat Ron's Labolatory. Sebuah kedai ice creams dengan taste yang eehhh? Gua juga bingung bilangnya apa, karena rasa ice cream mereka nggak ada duanya. Atau mungkin lebih tepatnya asing di lidah, jadi bukan taste seperti chocolate or strawberry. Bertempat di Gandaria City, Ron's Labolatory bisa bikin kalian yang suka ice creams bakal mikir dua kali buat datang.
Bukan cuma tastenya yang bikin bergidik tapi juga cara bikinnya, Ron Labolatory pakai liquid nitrogen. Jadi ice cream ini pakai food science, berbagai bahan yang nggak lazim ada di dalam ice cream justru mereka pakai untuk menciptakan rasa baru yang nyeleneh di lidah. Interior bangunan dan servenya pun memang dibuat mirip dengan laboratory event pelayannya pakai jas putih bak scientist.
Menu-menu yang nampak di atas merupakan menu percobaan yang belum dipasarkan, beruntung gua bisa jadi first taster. Mulai dari Gelato sorbet butter sampai dengan coffee americano tapi yang jadi favorite adalah ice creams vodka, buat yang satu ini special custome aja. Jadi jangan harap bisa pesan dan ngerasain ice creams vodka.
Ron's Labolatory bisa jadi alternatif buat kalian yang bosen dengan ice cream yang begitu-begitu saja, berbagai taste asing bisa jadi hal menarik yang bikin kalian ketagihan atau mungkin malah nggak suka. Tapi don't worry di sini juga disediain ice cream dengan rasa aman. Kalau kalian petualang kuliner yang nggak takut buat cobain rasa-rasa nyeleneh, silahkan datengin Ron's Labolatory.
Sudah pernah lihat film Inception? Film yang bercerita mimpi di dalam mimpi. Seperti itulah buku dengan judul Kalila dan Dimna 2 Fabel Tentang Pertikaian dan Intrik, karangan dari Ramsay Wood. Buku ini bercerita tentang fabel atau lebih tepatnya kisah yang dilakoni oleh para hewan dari India, tapi jangan harap jika Kalila dan Dimna akan seperti buku fabel anak-anak.
Tata bahasa Ramsay Wood yang indah bak puisi dijamin bikin semua buku yang pernah anda baca seperti kacang goreng murah meriah, banyak sekali kosa kata baru yang ditemukan dalam penggalan kalimat. Serta alur cerita yang dasyat seperti Inception sumpah bikin takjub, dimana awal cerita dimulai oleh seorang Raja bernama Dabschelim. Raja baru ini mengundang seorang pendongeng bernama Bipdai karena dongengnya konon berisi kearifan, maka dimulailah Bipdai mendongeng.
Ketika satu dongeng dimulai maka di tengah cerita si tokoh utama akan mendongeng kembali, begitupun seterusnya sehingga akan merasa seperti Leonardo DiCaprio. Merasa seperti terjebak di limbo tidak tahu mana dunia nyata dan mimpi begitupun Kalila dan Dimna ketika sudah berada di tengah, anda akan bingung sedang membaca cerita siapa.
Buku setebal 263 halaman dan seharga Rp25.000 tergolong langka, saya pun tanpa sengaja menemukannya di sebuah toko buku. Jadi kalau anda berminat membaca buku yang lain dari pada biasanya, selamat berjuang mencari buku ini.
Biasanya gua
nggak pernah baca buku romance dari penulis lokal, soalnya temanya bikin males
beud, kaga bisa buntinglah, susah cari jodoh.Apalagi itu teenlit kegemaran remaja nan alay .
Yang pertama gue liat judulnya yakni Cruise Cronicle walaupun di bawahnya dipasang embel-embel alay : pada suatu cinta, hampir saja nggak jadi beli gara-gara tagline 'pada suatu cinta'. Untungnya packeging buku seharga Rp53.000 ini tergolong highclass dengan empat sudut yang di cutting untuk tujuan tidak mudah lecek seperti buku persegi empat pada umumnya. Covernya pun simple tapi cathy nggak feminim jadi gue kaga malu bawanya ke kasir plus kasih bonus pembatas buku berbentuk jangkar.
Sebenarnya beruntung waktu di gramedia ada satu buku yang dibuka jadi bisa baca-baca dulu, ceritanya sendiri dari sudut pandang narator bukan first person. gaya bahasanya simple nggak berbunga-bunga mungkin ini merupakan metro pop. Plus plotingannya yang bikin gue jatuh cinta karena tiap bab membawa kejutan tentang tokoh-tokoh yang ada, belum lagi rasa penasaran karena semua tokoh yang tadinya berjalan dengan cerita sendiri lamban laun menjadi satu cerita utuh, simple, efentif, ringan namun berkelas itu yang jadi kesan gua. Kalau dianalogikan Cruise Chronicle ini merupakan perpaduan film Crash dengan Chasing Liberty.
Sekalipun nama tokohnya terkesan klise mencoba inspiratif dan sastrawi macam Lintang Reya, Langit, Musashi dan Sirens tapi penokohan yang kuat jadi modal lainnya setiap tokoh punya masa lalu yang nggak kampungan macam di romance penulis Endon lainnya. Siren model lingerie yang ngga berani pulang kampung karena malu sama ibunya, Draco pengusaha sukses yang ternyata koruptor, Musashi forografer extrem yang terpaksa jadi fotografer makanan untuk hidup plus bokapnya anggota yakuza mampus ketika ia kecil lalu ada tokoh utama Reya yang keliatan seperti tipikal tokoh perempuan di novel romance murahan ternyata pernah dilamar pelukis jalanan waktu berumur 17 tahun. Semua tokoh dengan masa lalu yang kelam ini bersatu dalam sebuah kapal pesiar mewah Las Olas De Esterllas membentuk jalinan cerita yang sulit ditebak, yes happy ending tapi dengan siapa dan bagaimana itu loh bikin penasaran.
Setingan dengan kapal pesiar mewah justru nggak bikin suntuk karena kapal ini bersandar di beberapa negara eropa sehingga jalan cerita nggak melulu diam di kapal macam Titanic, walaupun gua sangsi jika Ruwi Meita benar-benar pernah ke Perancis, Italia, Venice dan Genoa. Ini lah yang bikin gua sedikit ragu jangan-jangan Mbak Ruwi ini cuma riset di internet macam penulis romance murahan Endon. Terlepas dari itu semua tapi kemampuan Ruwi Meita meramu berbagai tokoh yang membawa ceritanya sendiri, menjadi satu jalinan plot utuh memang patut diacungin jempol. Setelah gua baca biografinya di belakang buku. Pantes aja ternyata Ruwi script writer film, no wonder sekalipun banyak tokoh dan plot namun begitu mudah dicerna seperti nonton film. Over all this book is tottaly recomen, don't borrowit but bought it.
Berapa orang di Indonesia yang tahu harusnya jadi apa? Harusnya dia melakukan apa? Jadinya harus kerja di mana dan apa? Kebanyakan kaum Endonesah maunya cari yang 9 to 5 jadi karyawan yang disuruh ini dan itu, nggak mau susah apa lagi mikir seharus dia jadi apa?...... Begitulah realita negeri dengan 230 juta orang yang mikir kalau hidup hanya untuk berkembang biak dan kebanggaan hidup adalah kawin cepet, punya anak banyak dari pada jadi ilmuwan, jadi teknopreneur, jadi astronot. Honestly gua nggak mau jadi bagian dari 230 juta tipe ini, jadi sebelum 30 gue kudu tahu apa yang gua mau dan ngerjain passion gua that it. Oh lupa kalau kaum Endon sebelum umur 30, ya harus kawin dan punya anak, oh well that your shit!
Bukannya gua nggak bersyukur tapi setelah melakoni beberapa pekerjaan pada akhirnya kita harus tahu apa yang kita mau, dimana passion kita. Dan buat gue dealing with animals and nature adalah yang gue suka, sialnya gue baru tahu itu sekarang. Andai kata gue tahu dari dulu pasti udah masuk IPB, entah itu kedokteran hewan, pendewaan tanaman, managemen agrobisnis etc. Padahal dulu IPB paling getol kasih PMDK buat anak-anak dari kota Bogor, gue selalu anggep kalau jurusan itu nggak bonafit aka keren makanya offer PMDK itu gue tolak mentah-mentah dan lebih pilih komunikasi universitas luar kota.
Now what i'm gonna do? If only i could turn back time....untungnya gue bukan kaum Endon yang umur-umur segini udah punya anak tujuh puluh ekor, jadinya bisa menjadwal ulang seluruh hidup. Entah itu kuliah lagi ambil jurusan kedokteran hewan, cari kerja di taman safari, or pindah ke luar pulau. I'M definitely not belong behind computer for 9 to 5.
Jadi kalau kalian masih muda cobalah keluar cari apa yang jadi passion kalian dan kejar itu, jangan seperti jutaan orang Indonesia yang nggak tahu mau apa dan cuma sekadar hidup. Atau untuk kaum Endon yang berserakan di luar sana, yang rajin berkoar-koar, gue udah kawin, gue punya anak dan bangganya setengah mati! Melebihi orang yang punya prestasi sesungguh, sadar nggak seharusnya jadi apa? Sadar nggak kalau hidupnya cuma menambah populasi? Atau setidaknya pernah mikir seharusnya jadi apa?
Andai kata nggak terhalang sama kontrak kerja mungkin aja gua bisa photo di atas sama teman gua dari Bali. Sebenarnya beberapa bulan yang lalu gua dan beberapa orang anak muda dari berbagai daerah memang sengaja ikut program relawan sobat bumi dari pertamina foundation, ituloh semacam program Indonesia mengajar. Kita akan ditempatkan selama sembilan bulan di pedalaman Indonesia buat mengajar anak-anak yang memang kurang mendapat akses pendidikan buat gua sih seru loh selama sembilan bulan bisa berbuat sesuatu buat orang lain dan Indonesia, sialnya sebelum berangkat gue dapet kontrak kerja baru yang sulit dihindari. Jadi planning untuk berbuat sesuatu sebelum 30 terpaksa gagal! padahal gue udah ikut wajib militer dan training mengajar.
Jadi gue cuma bisa mupeng liat poto Ayu temen gue yang dari Bali, kebayang nggak usah mikirin Jakarta nan busuk setiap pagi, kegencet di kereta atau kejebak macet dan banjir berjam-jam di jalanan selama sembilan bulan. Itu lebih dari pada liburan atau refreshing dan tentunya mengajar anak-anak adalah pekerjaan menyenangkan. Sekalipun memang banyak kendala seperti medan dan budaya tapi kalau sudah niat segala rintangan pasti bisa dihadapi, lagi pula hari gini cuman kawin...nggak punya pengalaman hidup yang berguna?....yuk mari.
Pagi ini saya dikejutkan dengan pemandangan menakjubkan ketika turun dari statiun tanah abang, biasanya saya langsung disambut oleh kemacetan serta hiruk pikuk pasar tumpah yang tidak jelas dari mana sumbernya. Angkot serta bus saling ngetem di jalan tanah abang yang notabene hanya cukup dilalui satu mobil saja serta sampah pasar berserakan di mana-mana menimbulkan bau tak sedap.
Bahkan untuk berjalan kaki saja saya tidak bisa karena bahu jalan di sepanjang jembatan tanah abang dipakai berjualan oleh PKL yang gemar memutar lagu dangdut serta di sepanjang daerah museum tekstil biasanya identik dengan rimbunnya para pedagang barang rongsokan yang menggelar dagangannya di sepanjangn trotoar, singkat kata tanah abang adalah neraka sudah macet, kotor, bau, sumpek pula.
Namun pagi ini tanah abang berubah menjadi ciamik, para pedagang kopi yang menjajakan pelacur untuk sopir angkot di sepanjang trotoar sudah tidak ada, PKL di sekitar pasar tanah abang sudah di masukan ke dalam gedung, pedagang barang rongsokan di sekitar museum tekstil musnah entah kemana tergantikan oleh trotoar nyaman, bersih dan bertaman. Singkat kata saya salut dengan pak Jokowi-Ahok.
Tapi kekaguman saya terhadap kinerja Jokowi-Ahok ini hanya bersifat sementara karena setelah pulang kerja sekitaran jam lima sore, para PKL di sekitaran museum tekstil kembali menggelar dagangannya. Padahal lokasi itu sudah di benahi jadi trotoar dan taman, mereka memasang lapak di atas taman yang baru saja di bangun. Buset dah! kalau begini sih sama sekali nggak akan bertahan lama, tanah abang akan kembali macet, kotor dan sumpek. Seharusnya memang ada penertiban berkala agar para PKL tersebut tidak kembali berdagang terlebih merusak taman yang baru saja dibangun.....malang betul nasibmu Jokowi-Ahok orang Jakarta pinggiran ini ternyata jauh lebih sulit diatur dari pada orang Solo.
Jadi hari ini saya memutuskan untuk bangun pagi bukan apa-apa ada yang spesial hari ini dan itu bukan hari raya idul adha, karena setiap hari raya agama sudah pasti Indonesia tercinta mendadak seperti negara eropa. Bersih, tenang dan sepi hanya terlihat segelintir orang saja dan ini adalah hal langka di negeri yang over populated. Kalau di hitung 234 juta jiwa sama dengan empat negara sebesar Malaysia disatukan namun anehnya semua orang fine-fine saja walaupun kian hari semakin sedikit lahan hijau yang tersedia, maklumlah ini ciri negara dengan pendidikan rendah. Anyway back to topik cuma pada saat seperti ini saya bisa cinta setengah mati sama Indonesia bisa liat langit biru jalanan sepi nggak banyak kendaraan bermotor yang bikin asma dan cuma ketenangan yang mendera. Persis seperti gambaran negara-negara eropa yang cuma pengap di kota besar saja sementara di sini setiap penjuru dan sudut pengaplah sudah. Someday i leave this shit and live peacefully and calm in europe.
Subscribe to:
Posts (Atom)