Facebook Me

download untuk Gramedia digital best romance novel

Review Evercoss M6 : Produk Asal Pasang OS Android 10

Satu-satunya brand lokal yang pernah saya coba adalah Advan dan Mito itu pun bikin saya kapok untuk kembali membeli produk-produk mereka. Sekarang, saya mencoba salah satu brand lokal bernama Evercoss dengan produk M6. Dari luar smartphone Evercoss M6 ini terlihat sangat menjanjikan dengan specs yang mumpuni belum lagi, harganya pun hanya 800 ribu saja. Beberapa review di YouTube memang sudah menunjukan kekurangan Evercoss M6 ini namun, ternyata para reviewer Youtube nggak jeli atau bisa dibilang asal mereview saja karena, saya menemukan banyak sekali kekurangan dari Evercoss M6 ini.

OS android 10 bodong.

Betul saudara-saudara Evercoss M6 ini hanyalah sebuah smartphone yang diisi OS android 10 bodong tanpa kostumisasi apapun! Jadi M6 ini nggak punya banyak setingan layaknya smartphone android lainnya, cuma OS andoird 10 saja. Saking asalnya evercoss M6 bahkan nggak punya gallery buat lihat foto dan video cuma menggandalkan google photo bawaan dari os 10 selain itu music player saja pakai YouTube music loh.

App drawer seting yang bisa kita temui isinya pelit banget, cuma ada 8 icon pengaturan dan dark mode, bettery saver, location etc nggak ada sama sekali. Keadaan ini diperparah saat masuk settings, sumpah masa setingan smartphone ala kadarnya?

Nggak ada kostumisasi dan cuma asal tempel OS 10 bukan berarti performanya jelek karena, OS 10 ini ternyata amat stabil dan nggak ada kendala apapun saat mendownload dan membuka aplikasi. Beberapa aplikasi besar bisa terbuka dengan baik.

Bahkan office tool seperti word dan kalkulator saja sama sekali gak dikasih? Padahal memori cuma 16GB masa kudu download lagi? Tool office seperti itu penting sekali, masa sampai nggak kepikiran buat dimasukin ke OS?


Evercoss M6 ini pun punya nilai lebih baik dari pada Advan karena, cuma ada 2 bloatware bawaan dan sama sekali nggak dikasih iklan. Evercoss m6 ini bener-bener bersih dari iklan, nggak seperti Advan yang disisipi iklan dalam system OS. Jadi makenya adem nggak perlu risih dengan keluar banyak iklan pop up atau smartphone tengah malem tiba-tiba keluar lagu dangdut macem Advan.

Untuk wifi Hotspot Evercoss M6 cuma bisa satu device saja karena, OS 10 mentah banget nggak dikostumisasi dahulu jadi seadanya saja.  

Screenshot Evercoss M6 inipun ala kadar banget dengan, nempel di opsi tombol power dan lagi-lagi ada bunyi shutternya.

Lalu UI layar yang nggak ada kostumisasi jadi nggak bisa fullview selalu ada tiga tombol opsi dibawah, belum lagi nggak ada quickball.

Waktu konek ke laptop masa opsi untuk charging atau transfer nggak pop up donk, kudu ke drawer atas buka terus pencet sendiri.

Kamera Gimmic

Evercoss M6 lumayan bikin kesal karena ternyata 3 camera di belakang cuma gimmick! Aslinya hanya satu 8 MP saja. Fitur camera Evercoss M6 ini pun cuma asal tempel saja sebab, user interface seadanya dan diperparah dengan bunyi shutter yang nggak bisa dimatikan! Betul banget system camera cuma asal tempel saja!

Kamera kondisi cahaya cukup

 Foto malam hari

Kualitasnya sama seperti merk Advan! Nggak begitu jelas dan cenderung putih standar merk lokal murah. Sementara camera depan jauh lebih parah karena, sumpah buriq banget.  

Hardware

Saya males banget, ngoprek hardware namun, bisa dipastikan kalau processor yang dipakai adalah SOC unisoc tipe lama yang nggak pas dengan OS 10 kenapa bisa begitu? Karena Evercoss M6 gampang sekali panas dan panasnya bukan sekadar mas loh namun, lebih ke overheat. Hal ini membuktikan processor yang dipakai kurang bisa menghandle OS 10 dengan kata lain, Evercoss asal tempel saja processor yang penting murah.

Ram 3GB asli bukan abal-abal dan nggak ada kendala apapun saat bermain games maupun, multitaskin. Hanya saja antara processor dengan OS nggak stabil dan ujungnya gampang banget overheat. Walaupun digadang-gadang bisa main pabji sepertinya, nggak banget dengan bugs overheat ini.

Baterai

Betarai Evercoss M6 ini cuma 3200mAh dan nggak ada fitur fast charging! Untungnya baterai ini kualitasnya lumayan bagus, nggak cepat habis standarlah seperti Iphone SE. Paling yang bikin sebal pas ngecas saja, lama banget beud padahal cuma 3200mAh.

Overall

Evercoss M6 ini punya potensi besar kalau digarap dengan baik bukan, cuma asal tempel OS 10 saja. Evercoss harusnya kasih sistem UI yang lebih baik sebab, M6 ini mendingan dari pada produk Advan yang bikin naik pitam dengan bugs iklannya.


Design enak digenggam dan tampilan layar yang HD sumpah enak banget buat nonton, sayang banget produk  ini nggak stabil di os dan hardware.  Harusnya untuk menyelamatkan produk M6 Evercoss mengeluarkan update firmware untuk membuat lebih stabil dan tampilan UI standar. Dari pada dibiarkan ala kadar seperti ini.

Kalau menurut saya sih lebih nyaman pakai Evercoss M6 dari pada produk Advan dan sampai saat inipun, masih ok saja pakai Evercoss karena nggak ada iklan dan nggak disisipi iklan. Untuk kekurangan Evercoss M6 emang kudu muter otak instal berbagai apps seperti gallery, music player dan procam.

Baca Juga : Review Sampah Jepang Sony Xperia X Compact   

Baca Juga : Review Advan i7U lite Tab

Baca Juga : Review Infinix Smart 6 Si Murah Meriah Yang Wah

Related Post

Cara Root Paling Benar Samsung Galaxy Note Edge Docomo

Beberapa bulan yang lalu Samsung galaxy note edge docomo saya mengalami banyak masalah, padahal awalnya firmware versi docomo Japan 6.0.1 ini berjalan baik namun, lama kelamaan mulai overheat dan sering restart sendiri, saat baterai sering drop  dari 100% cepet banget turun ke 30 % atau 40 bakal langsung mati. Mau nggak mau Samsung galaxy note edge docomo ini harus diroot, biar semua apps docomo bisa dihapus dan kerja sistem android marsmellow jadi lebih ringan. Sayangnya Samsung galaxy note edge docomo nggak bisa dengan mudah diroot loh bahkan, saya sudah datang ke tempat services pun ditolak mentah-mentah, bilang kalau Samsung galaxy note edge docomo nggak bisa diroot.

cara root samsung galaxy note docomo
Secara OS mungkin Galaxy Note Edge ini udah jadul tapi, spec lainnya dari layar, kamera sampai chipset masih mumpuni banget.  

Akhirnya mau nggak mau kudu usaha sendiri, dari semua penelusuran di mbah google nggak ada satupun yang berhasil buat ngeroot Samsung galaxy note edge docomo ini. Sampai akhirnya saya kepikiran buat ganti firmware saja dan ini pun bukan perkara mudah sebab, Samsung galaxy note edge docomo cuma bisa dengan firmware docomo Japan saja. Berbagai versi firmware sudah saya coba dan gagal untuk diinstal via odin sampai, tanpa sengaja nyoba satu firmware costume asal Vietnam bernama MobileCityV1

Kenapa judulnya cara root sementara saya, nulisnya ganti firmware? Karena firmware MobileCityV1 ini sudah otomatis root saat, diinstal sudah ada superSU dan bisa langsung pindahin aplikasi ke sd card. So far cuma firmware ini saja yang berhasil diinstal sementara firmware versi global manapun nggak bisa, mau Singapore sampai India pun nggak bisa, saya sudah cari firmware buat Indonesia tapi, nggak nemu bahkan di situs Samsung sendiri nggak ada firmware Samsung galaxy note edge buat wilayah Indonesia.

Cara Instal firmware MobileCityV1    

Cara gampang kok, sama seperti instal firmware lainnya. Harus punya dulu :

1. USB Samsung driver (cari sendiri di internet)

2. Odin (cari sendiri aja yah)

3. MobileCityV1 firmware (klik di sini)

Selanjutnya :

1. Masuk ke recovery mode dengan menekan vol bawah + power + home

2. Buka Odin dengan run as administrator, pastikan di kolom ID:COM sudah terkoneksi lalu centang kolom AP dan masukan file firmware MobileCityV1 tunggu sampai clear kemudian, klik start dan tunggu sampai di kolom kanan atas muncul tulisan PASS.

3. Setelah berhasil instal firmware MobileCityV1 jangan dulu, nyalakan handphone, harus masuk lagi ke recovery mode lalu, pilih wipe data/ factory reset. Buat hapus seluruh data firmware terdahulu, kalau nggak nanti firmware MobileCityV1 bakal crash.

Kelebihan Firmware MobileCityV1 

1. Sudah langsung root

2. Ringan banget

3. Baterai awet

4. Nggak panas

Kekurangan Firmware MobileCityV1 

1. Nggak stabil, namanya juga rom costume pasti ada bugnya dan Firmware MobileCityV1 punya bug di beberapa apps, semisal Instagram beberapa kali restart pas mau IG story, terus nggak bisa instal facebook messenger dan Linkeind via google play, jadi harus instal manual pake apk. Untuk apps Trello bagian downloadnya nggak ada.

2. Downgrade ke lollipop, Firmware MobileCityV1 ini nggak berjalan di marsmellow tapi, Cuma lollipop saja, imbasnya adalah tampilan OS yang jadul dan air command yang ketinggalan zaman banget. 

3. Widget tanggal dan kota masih bahasa Vietnam

Setelah seminggu pemakaian, lagi-lagi Samsung galaxy note edge docomo ini kembali sering restart? Akhirnya saya balik lagi cari firmware Samsung galaxy note edge docomo dengan versi SC-OG1 dan berhasil menemukan firmware SC01GOMU1CPL2 android 6.0.1 marmellow ini adalah firmware awal docomo, saya lupa apakah ini yang dulu saya instal? 


Mau nggak mau saya pun instal kembali firmware SC01GOMU1CPL2 tapi, setelah selesai nggak wipe cache Samsung galaxy note edge docomokarena malas harus instal lagi semua apps. Anehnya, firmware SC01GOMU1CPL2 ini justru enteng banget dan gak bikin panas? Samsung galaxy note edge docomobisa berfungsi normal, padahal dulu pakai firmware docomo panas banget dan bikin drop baterai? Bahkan ada update ke SC01GOMU1CQG3 ini adalah update terakhir untuk Samsung galaxy note 3 pada tahun 2017.

Firmware SC01GOMU1CQG3 sama seperti firmware awal docomo dulu, isinya banyak banget apps docomo yang nggak penting. But somehow yang ini jalan mulus banget dan nggak bikin panas sama baterai drop. Nggak ada kendala berarti sih dengan Firmware SC01GOMU1CQG3 so far berjalan mulus, paling NFC yang ke lock dan sampai saat ini saya nggak tahu passcode osaifu-ketai apps buat jalanan NFC. 

Sayangnya saya lupa download dimana? Karena banyak banget web yang disambangin demi dapet firmware yang cocok tapi, kalau kalian searching pastikan cari dengan keyword firmware SC-OG1 SC01GOMU1CPL2 dengan size 3,7GB kalau di RAR jadi sekitar 2GB. 

Note : 

Firmware samsung galaxy note docomo ini nggak begitu friendly sama jaringan XL karena, kalau siang sinyalnya naik turun dan bikin cepat panas tapi, kalau malam adem banget bahkan sinyal full. Disarankan untuk pakai Telkomsel saja.

Pakai setingan APN XL internet jangan yang setingan APN 4G karena setingan APN XL Internet yang paling stabil buat samsung galaxy note docomo ini.

Ingat samsung galaxy note ini mentok di marmellow yang artinya dari 3GB ram yang tersisa setelah hanya 1,1GB saja makanya, saya instal CC cleaner pro dan 4GB ram memory boster. 

Jadi intinya root samsung galaxy note edge docomo ini susah banget, kalau baca dibeberapa web ada yang berhasil pakai Batman ROM tapi, kudu instal TWRP dulu dan itu ribet banget dah. 

Baca Juga : Cara Mengatasi Samsung Galaxy Note Edge Docomo Panas dan Drop Baterai

Baca Juga : Review Evercoss M6 Smartphone Asal Pasang OS 10

Related Post

Review Look That Kill Versi Drama Dari Terlalu Tampan

Ada sebuah film dari Prime Video Amazon.com yang menarik perhatian saya karena sekilas premisnya mirip sekali dengan film dari webtoon yakni Terlalu Tampan. Film berjudul Look That Kill ini menceritakan derita seorang remaja bernama Max yang mampu membunuh semua orang dengan wajah tampannya. Sehingga seumur hidupnya Max, harus menutup wajah dengan kain kasa. Dari sini saja sudah jelas terlihat premis yang mirip banget sama Terlalu Tampan, hanya saja Terlalu Tampan cuma bikin pingsan atau mimisan sementara Look That Kill terlalu sadis sampai semua orang yang meliat wajah rupawan Brandon Flynn langsung menemui ajalnya.

looks that kill review

Film yang dilabeli dark comedy ini lebih cocok disebut sebagai drama fantasi karena, saya nggak bisa lihat dimana jokenya? Bumbu drama coming age antara Max dan Alex jauh lebih kental. Buat pengemar All The Fault In Our Star mungkin bakal suka dengan Look That Kill sebab, plot ceritanya sama banget bahkan selama 01:30 saya nggak bisa melihat beda film ini dengan All The Fault In Our Star. 

Dengan pacing yang super lamban ditambah setingan di kota kecil, Look That Kill terasa seperti film berdurasi 2 jam lebih namun, beruntung plot ceritanya mengalir sekalipun nggak ada penjelasan kenapa muka si Max bisa membunuh semua orang, padahal Brandon Flynn mukanya biasa saja, kalau yang dicast seorang model mungkin masih bisa masuk akal. Sama sekali nggak ada penjelasan dari film Look That Kill tentang apa yang terjadi, termasuk pada saat dimana Alex nggak mati saat melihat wajah Max?  

Look That Kill justru bergulat pada keadaan kedua tokoh sentral Max dan Alex, dimana kedua sulit untuk menerima kondisi mereka. Max depresi karena nggak bisa punya teman dan harus perban wajahnya seumur hidup sementara  Alex merasa selama hidup dirinya hanya beban saja karena, ia sakit-sakitan dan divonis berumur pendek. Pada akhirnya keduanya saling belajar dari keadaan masing-masing.

Baca Juga : Review Film White Squall Coming Age Berdasarkan Tragedi Kapal Albatross 

Alex nggak lagi merasa sebagai beban dan siap menerima kematiannya, sementara Max menerima keadaan dan memanfaatkan wajah tampan nan mautnya untuk menolong orang-orang yang sedang menderita sakit parah, mendapatkan kematian yang tenang. Ia juga menjadi pribadi yang lebih optimis nggak lagi depresi. 

looks that kill review

Look That Kill punya premis yang bagus namun, sayang cerita terlalu standar dan saya merasa film ini seperti kurang sesuatu, kisah Max dan Alex masih kurang greget serasa banyak yang dicut pada saat editing. Padahal pacing lamban tapi, kerasa durasinya seperti diburu-buru banget. Beruntung acting Brandon Flynn dan Julia Goldani Telles dapet banget, jadi walaupun banyak hal yang nggak kita ngerti  tetep bakal enjoy aja sampai akhir. Ujungnya bakalan fokus sama inti cerita mengenai, pergulatan batin Max dan Alex, dari pada kenapa itu muka standar bule bisa membunuh siapapun yang melihat?

Baca Juga : Kenapa Terlalu Tampan Nggak Laku?

Related Post

Review dan Penjelasan Film Vivarium

Sudah nonton film Vivarium? Kalau sudah pasti ada banyak pertanyaan mengenai film fiction twisted ini. Film Vivarium sendiri merupakan sebuah science fiction psikologi horor, kurang lebih sama dengan The X-files bahkan bisa dijadikan sebagai salah satu episodenya. Film ini buka oleh pasangan Tom dan Gemma yang sedang mencari rumah, lalu menemui sebuah agen pengembang yang rada aneh, singkat cerita dibawalah mereka berdua menuju komplek perumahan yang semua rumahnya sama berwana hijau, lalu mereka pun ditinggalkan di sana. Pasangan ini terjebak dalam labirin perumahan dan nggak bisa lolos sampai akhirnya mereka diberikan petunjuk dalam kardus, untuk membesarkan seorang anak dan setelahnya akan dibebaskan.

Review dan penjelasan Vivarium

Lalu dimulailah perjuangan Tom dan Gemma untuk keluar dari labirin perumahan dan mengetahui siapa dan apa anak yang mereka besarkan ini. Keduanya punya cara yang berbeda dalam menghadapi hal ini, Tom depresi dan larut dalam kegilaannya sendiri sementara Gemma mencoba lebih realistis. Vivarium lebih mengulas efek psikologi terhadap Tom dan Gemma yang desperate untuk bisa keluar, ketimbang misteri apa yang sedang menjebak mereka.

Apa Itu Vivarium?

Komplek perumahan yang semua rumahnya hijau dan bak labirin ini adalah umpang bagi manusia, dimana akhirnya Tom dan Gemma nggak bisa keluar. Jadi Vivarium ada sebuah kandang yang dirancang khusus untuk menjebak dan mengamati mahluk penghuninya. Dalam film ini Vivarium bukan sekadar kandang biasa namun, bisa melibas realitas dan menghentikan waktu. 

Siapa The Boy?

The boy atau anak yang harus dibesarkan oleh Tom dan Gemma ini siapa? The boy adalah seekor anak dari mahluk hidup yang sudah lama berada di bumi dan hidup berbarengan dengan manusia, the boy membutuhan bantuan manusia untuk belajar banyak hal, agar bisa bertahan hidup bersama manusia namun, the boy ketika besar harus keluar rumah untuk bertemu dengan jenisnya, demi mempelajari keterampilan hidup jenisnya.

Kalau kalian penasaran seperti apa bentuk asli dari mahluk the boy, coba perhatikan buku merah yang selalu dibawa the boy. Saat Gemma membukanya, ada gambar fisiologis dari mahluk the boy. Dasarnya mereka berbentuk seperti manusia namun, dengan leher bisa mengembang dan dalam keadaan terdesak atau melarikan diri, mereka berlari dengan empat kaki.

Mahluk the boy tidak bisa mengenali emosi manusia, mampu meniru suara manusia dan berkomunikasi dengan suara seperti katak. Ingat suara katak yang didengar Tom saat menggali? Itu adalah panggilan untuk the boy dari kaumnya.

Karena bisa menciptakan jebakan realitas kemungkinan besar mahluk the boy adalah alien.     

Buku dan Film yang di Tonton The Boy

Gemma dan Tom memang membesarkan the boy namun, mereka hanya bisa memberikan keterampilan dasar untuk bertahan hidup diantara manusia. Maka dari itu jenis the boy, memberi pelajaran lewat tayangan TV yang sekilas terlihat seperti alat hipnotis dan buku merah yang selalu dibawa  adalah buku pelajaran mahluk the boy.  

 Kenapa Tom dan Gemma Mati?

Makanan yang dimakan Gemma dan Tom adalah plastik makanya nggak ada rasa sementara, mereka sudah berada dalam Vivarium selama berminggu-minggu. Lambat laun kesehatan mereka berdua semakin menurun.

Tom mati karena selama berhari-hari menggali lumpur tanah liat berwarna kuning bahkan, sampai tidur di dalam galian tersebut, akibatnya racun dari lumpur tanah liat terhirup . Saat dimandikan Gemma terlihat lebam di punggung. Tahukah, kalian bahwa Tom sebenar berkelahi dengan the boy makanya dia mengurung diri di kamar dan nggak keluar karena nggak berani ketemu.  

Sementara Gemma mati karena kelelahan dan kelaparan, ingat the boy mengunci rumah dan tidak memberi makan Gemma selama dua atau tiga hari. Semua kekuatan terakhir Gemma digunakan untuk membunuh the boy.

The boy tumbuh dengan cepat saat, keduanya akhirnya sepakat untuk membunuhnya sudah terlambat karena, the boy sudah besar dan kuat. Makanya Gemma menyesali keputusan  menyelamatkan the boy saat Tom hendak membunuhnya ketika kecil. 

Ending Scene Gemma

Dalam ending scene ketika Gemma berusaha mengejar dan membunuh the boy, ia jatuh ke Vivarium lain dimana ada manusia lain yang terjebak dan dipaksa untuk membesarkan mahluk the boy. Setiap Vivarium punya warna tersendiri karena, warna itu menjelaskan keadaan psikologi manusia yang terjebak di dalamnya.

Lalu Gemma kembali ke dalam Vivariumnya? Karena memang nggak ada niatan untuk membebaskan manusia yang sudah masuk ke dalam Vivarium. Yang dimaksud dengan release adalah kematian, jadi andai Gemma dan Tom membesarkan the boy dengan baik, mereka berduapun akan mati ketika the boy sudah besar.

Apa yang sebenarnya terjadi? Berdasarkan Sutradara Lorcan Finnegan

Kalau kalian jeli, sebenarnya film Vivarium ini sudah menjelaskan semuanya saat di awal. Ingat opening scene burung jenis brood yakni, jenis burung yang ogah membesarkan anaknya sendiri dan akan memilih untuk menaruh telurnya di sarang burung lain dan membiarkan burung pemilik sarang untuk membesarkan anaknya. Vivarium mengambil prinsip yang sama, mahluk the boy sudah lama berada bersama manusia dan cara mereka bertahan hidup adalah, dengan mengambil manusia menjadi parasit orang tua.

Selain itu Vivarium pun, mencoba menjelaskan realitas impian manusia untuk membeli rumah dan menciptakan pasar real estate. Akibatnya banyak real estate yang membuat rumah dan menjualnya dengan harga mahal namun, nggak ada yang sanggup membeli.

Baca Juga : Review Dan Penjelasan Film Annihilation

Baca Juga : Review dan Penjelasan Hereditary Serta Iblis Paimon

Related Post

Review Sputnik : Science Fiction Horror Rusia Dengan Ending Jeblok

Nggak sengaja nemu sebuah film yang terlihat sangat menjanjikan seru, mulai dari distributornya IFC Midnight Film sampai trailernya yang apik banget, kelihatan nggak cheesy. Lebih awesome lagi film Sputnik bukan dari negeri paman sam tapi, dari negeri Vladimir Putin. Sekilas film Sputnik terlihat seperti film Jake Gyllenhaal, berjudul Live tahun 2017 silam. Namun ternyata Sputnik lebih dari sekadar film science fiction standar Hollywood namun, kedodoran di storyline.

Review Film Sputnik

Premisnya memang nggak asing, dimana ada kosmonot yang kembali ke bumi namun, dihinggapi oleh parasite alien.  Jadi keseluruhan cerita film Sputnik ini Cuma mengulas, bagaimana bisa? Hubungan Antara si kosmonot dan si alien, ditambah bumbu humanisme dimana dokter dan ilmuwan yang diperintahkan militer untuk menyelidiki akhirnya jatuh simpati pada nasib si kosmonot.

Lima belas menit pertama nonton saya takjub banget, karena cinematografi sama art designya kece abis. Benar-benar dapet banget buat menggambarkan nuansa hopeless, lonely dan kelam ala-ala uni soviet tahun 1950an. Semua aktornya punya ekspresi datar, sepertinya semua orang di Rusia tahun 50an seperti itu yah? Belum lagi saya nggak terbiasa sama bahasa rusia yang benar-benar datar tanpa intonasi atau penekanan. Jadi awal-awal film Sputnik ini kerasa hampa tapi, bikin heran ujungnya bakal penasaran banget.

Sayangnya, setelah satu jam film Sputnik ini justru anjlok storylinenya. Kita awalnya dikasih pengharapan kalau film ini bakal punya plot twist atau ending tak terduga, malah berubah jadi klise banget. Capek-capek build intens triller ujungnya kek film-film science fiction biasa.

Misteri demi misteri yang terkuak Cuma berujung sama sebuah ending yang sudah ada di ribuan film lainnya.  Kolonel Semiradov yang dari awal bilang mau bantu misahin parasite alien dari si kosmonot ternyata, punya niat buat menjadikan  kosmonot dan parasite alinenya sebagai senjata adalah sebuah cerita yang super amat klise! Saya nggak ngerti, kenapa udah build cerita yang wah tapi, ujungnya meh?

Endingnya mereka sadar kalau, si kosmonot dan si alien sudah menjadi simbiosis mutualisme dan nggak bisa dipisahin. Adegan si dokter dan si kosmonot melarikan diri dari pangkalan militer juga, bikin geleng-geleng kepala. Soalnya tergolong gampang banget dan saya pikir si kosmonot juga bisa aja keluar sendiri dari dulu, cemana ini film?

review film sputnik

Beruntung dosa film Sputnik ini cuma di storyline dengan ending yang jeblok, selebihnya bagus banget. Jarang ada film eropa apa lagi rusia yang punya kualitas seperti Sputnik.

Baca Juga : Brightburn Horor Yang Mengecewakan

Baca Juga : Review Safety Not Guaranteed Film science fiction-romantic comedy

Related Post

Bagaimana Manusia Pasif Menghancurkan Energi Kalian

Beberapa tahun lalu saya pernah menulis tentang manusia pasif, tipikal orang yang nggak mau ngapa-ngapain yang hidupnya cuma sekadar berkembang biak saja.  Dulu saya tulis manusia pasif di kantor yang ogah melakukan apapun, cuma datang kerja terus pulang.

Sekarang saya ketemu lagi sama tipikal manusia pasif ini, sialnya terlalu lamban saya untuk ngeh kalau orang ini manusia pasif karena awalnya cuma ngira kalau orang ini beda selera saja, sampai pada sebuah obrolan barulah saya ngeh “lah ini sih manusia pasif.”

Pantesan, orang ini kalau ada sesuatu yang nggak beres selalu diam saja. Pura-pura buta dan nggak tahu apapun yang penting bisa pulang dan kantor deket sama rumah, sudah itu saja. Dulu kalau diajak begaul pun sulit, pengennya santai terus pulang ke rumah.  Ogah untuk melakukan perubahan, sekalipun itu cuma speak up seperti bilang kalau system ini kurang bagus ataupun rekomen sesuatu.

Terus terang semenjak sadar kalau ada manusia seperti ini, saya sih sudah menjauhi dan bahkan sampai block kontaknya sebab, buat orang seperti saya tipikal manusia pasif cuma bikin kesal saja, bener-bener nggak bring up mood dan low energy. Mending nggak usah deket-deketlah, kebayang kalau punya ide bisnis atau travelling terus ngajak manusia pasif, yang ada mereka malah kasih energi negatif.

Dan jangan pernah jadiin manusia pasif tempat curhat yang ada, malah menjatuhkan secara halus. Mereka bakalan jadi toxic positivity. Misalkan ada system yang nggak beres terus saya bilang, “kenapa nggak diganti begini aja? Lebih simple dan efisien.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa? Itukan urusan mereka. Kita mah apa, mereka yang berkuasa kita ikutin aja.” Atau “Hari ini nonton ini terus nongkrong di sini yuk.” Manusia pasif pasti balas, “buat apa sih? Ah…males bla..bla..bla.”

Dalam sepersekian detik manusia pasif bakal menghancurkan mood dan mengubah energi positif ke negatif.

Makanya saya lebih baik menghindari tipikal manusia seperti ini sebab, nggak bakal maju main sama manusia pasif. Mereka lebih suka monotonisme dari pada bergerak ke arah yang lebih baik. Salah satu manusia pasif yang saya kenal, selama bertahun-tahun tetap saja ada di situ. Padahal semua orang sudah resign karena nggak nyaman dengan system yang bobrok, sementara dia malah adem ayem saja aka betah.   

Coba kalian perhatian ada nggak manusia pasif di kantor bahan dalam inner circle kalian? Jangan sampai mood dan energy kamu drop karena bergaul dengan manusia pasif, berapa banyak ide dan kesempatan yang dijatuhkan oleh manusia pasif, makanya carilah teman dengan satu frekuensi energi yang sama. Lebih parah kalau kalian dapet pasangan manusia pasif, yassalam dah setiap hari energi kalian dimatikan dengan kata-kata, “buat apa sih?” atau “ah malas” dan “ah ribet, nggak usah dah!”

Saya nggak bilang kalau manusia pasif ini jelek karena, semua manusia pasti berbeda-beda, ada yang aktif ada yang lebih suka santai dan nggak mau ada perubahan dalam hidupnya. Tapi, kalau sering kali membawa energy negatif dan bad mood, buat apa juga? Makanya, saya lebih suka menghindari saja.

Baca Juga : Apa Itu Manusia Pasif
Related Post

Resensi Firefight : The Reckoners Trilogy Sekuel Dengan Sub Plot Dalam Plot Utama?

Setelah membaca Steelheart yang bikin takjub sekaligus berat, saya memang nggak langsung pindah ke buku kedua The Reckoner Trilogi : Firefight dan beruntung punya banyak waktu luang dalam masa WFH ini sampai akhirnya berhasil menamatkan Firefight. Buku setebal 500an halaman ini memang nggak gampang buat dituntaskan, berbeda dengan buku fiksi dystopia lainnya The Reckoner Trilogy butuh otak cerdas buat mencerna.

Resensi Firefight : The Reckoners Trilogy

Sinopsis

Firefight dibuka dengan cerita David setelah berhasil membunuh high epic Steelheart, otomatis dia menjadi semacam selebritis sekaligus pahlawan di Newcago namun, setelahnya banyak epic lain yang datang untuk membantai The Reckoners. Untuk menghentikannya, Profesor membuat rencana membunuh high epic yang memerintahkan epic lain datang ke Newcago. High epic itu bernama Regalia dan mempunyai kekuatan untuk memanipulasi air bahkan, mampu untuk menenggelamkan kota Manhattan yang setelahnya disebut Babilar.

Resensi

Kalau ada yang pernah baca buku terus merasa puas, maka saya sarankan untuk baca Firefight ini. Seri kedua  dari The Reckoners Trilogy beneran nggak bisa ditebak, setiap masuk bab baru bakal disuguhi jalinan cerita yang nggak terbayangkan. Parahnya Brandon Sanderson, masukin berbagai sub plot ke dalam Firefight. Jadi saat baca plot utama  membunuh Regalia, kita masih disuguhkan berbagai sub plot

 seperti:

1.Plot membunuh epic Obliteration, Newton dan epic lain yang menjaga Babilar.

2.Plot rahasia kota Babilar,

3.Plot hubungan professor dengan Regalia,

4.Plot kisah cinta David dan Megan,

5.Plot kelemahan semua epic sampai rahasia Calamity.

Bayangkan semua itu dimasukan ke dalam satu buku! Bukan tanpa sebab sih, kenapa banyak banget sub plot yang dimasukan ke dalam Firefight. Brandon Sanderson sepertinya, nggak mau The Reckoners Trilogy ini jadi seperti buku dystopia lainnya yang beranak pinak, cukup trilogy saja. Imbasnya dalam satu buku harus banyak informasi yang dimasukan, semua informasi ini dijadikan sub plot dalam plot utama. Memang Firefight jadi nggak membosankan tapi, saya capek bacanya bahkan, sampai harus istirahat beberapa hari.

Beruntung semua sub plot ini nyambung ke plot utama bahkan, jadi benang merah atas semua yang terjadi di dunia The Reckoners. Saya nggak habis pikir gimana caranya, Brandon Sanderson bisa bikin sub plot di dalam plot utama yang ujungnya nyambung.  Belum lagi, mikirin gimana tokoh utama si David bisa nemuin kelemahan setiap epic yang dilawan, sumpah Firefight ini cerdas banget.

Kalau masih kurang sama plotnya yang melimpah, Brandon Sanderson juga masih kasih plot twist di ending. Yang semula dikira mau membunuh Regalia ternyata, malah membuat epic baru yang ada saya melongo bacanya. Otak udah nggak bisa mikir ini cerita mau kemana, jangankan mikirin alur cerita. Mau nebak kelemahan semua epic yang dilawan David aja susah, ujungnya pas epic itu mati saya harus kembali buka halaman di belakang biar ngeh kapan si David tahu kelemahan epic itu.     

Overall Firefight ini beneran 100% ngandelin kekuatan plotingan jadi, jangan heran pada kata-kata puitis, kegemaran readers lokal, malahan nggak ada quote yang bisa diambil dari Firefight dan roman antara David sama Megan pun nggak kerasa romantisnya karena memang cuma sub plot saja. Buat kamu-kamu yang biasa baca buku lokal best seller yang isinya, plot cerita remeh temeh cuma modal kata-kata puitis sama setingan borju pasti mampus otak meleduk baca Firefight.



Baca Juga : Resensi Steel Heart : The Reckoners Trilogy
Related Post

Blog Archive

VIVA ID

Popular Artikel

Total Pageviews

Ini Baru Loh

Dari mana Energi Negatif di Rumah Kamu Berasal?

  Disclaimer Kali ini saya mau bikin rangkaian artikel tentang energi negatif di rumah sebab, punya pengalaman tentang hal ini dan ini ada...

Powered by Blogger.

.

.

Search This Blog

Protected by Copyscape Online Plagiarism Scanner

Subscribe Us

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

About

Newsletter

If you like articles on this blog, please subscribe for free via email.

Subscribe Us

Facebook