Pages
Lagi ramai banget nih, perihal NET yang sedang kesulitan financial dan mau PHK karyawannya. Menurut info mengapa NET TV ini kurang sukses dikarena idealisme mereka, seperti nggak mau pasang iklan selama 3 menit dan terlalu hura-hura saat ultah. Tahukah ultah NET TV seperti apa? Artisnya pasti dari luar negeri. Banyak juga yang bilang acaranya segemented untuk menengah ke atas sementara orang menengah ke atas sudah nggak nonton tv lagi, mereka ada di platform digital.
Terlepas dari alasan sesungguhnya, saya mempunyai pengalaman yang sama seperti para karyawan NET TV ini. Dulu pun saya bekerja pasa sebuah tv yang memproduksi tayangan bukan untuk menengah ke bawah, saya membuat documentary berkualitas international sekelas BBC dan national geographic bahkan bule-bule yang waktu itu nonton saja takjub. Sebelas dua belas dengan NET TV tempat dulu saya bekerja pun memPHK karyawannya, untungnya saya sudah nggak di sana waktu itu.
Kegagalan finansial tv tempat saya bekerja dulu dikarenakan manajemen dinausaurus, dimana orang-orang dengan mindset cetak mengurus layar kaca dan lebih parahnya dahulu mereka sudah pernah gagal dengan TV7 kemudian gagal kembali di bidang yang sama? Terperosok di lubang yang sama tapi nggak pernah belajar.
Konten-konten berkualitas seakan nggak mampu menarik minat pengiklan? Saat itu pihak manajemen yang terbiasa menjual slot kertas koran, memang nggak ngerti cara jualan di tv belum lagi manajemen dinausaurus yang nggak ngeh pentingnya untuk memperluas jaringan. Sampai waktu itu channel spacetoon nggak jadi dibeli, lebih parah channel anteve pun nggak mau padahal sudah ditawarkan sebelum akhirnya menjadi TVONE.
Beban produksi yang tinggi membuat manajemen dinausaurus, berusaha menyelamatkan perusahaan dengan berubah menjadi tv berita karena produksi akan jauh lebih murah namun itu pun belum cukup. Akhirnya semua divisi intertainment di-PHK dan hanya tersisa divisi news and documentary yang memang benaung di bawah dua PT yang berbeda.
Konten Berkelas Nggak Laku?
Siapa bilang konten berkelas nggak laku? Yang salah cuma cara kita menjualnya dan tempat kita menjualnya. Ibarat kata jual Versace di tanah abang yang kebanyakan pembelinya adalah ibu-ibu BPJS. Tentu ibu-ibu BPJS nggak bakal mau beli Versace sekalipun mereka punya duit, mana ngerti mereka sama merk Versace. Sama halnya seperti tv dimana yang nongkrong adalah kalangan menengah ke bawah, dikasih tonton high class yah remuklah, otak dan IQ mereka.
Lebih Bangga Bikin Konten Berkelas Dari Pada Alay
saya merasa bangga dan puas karena pernah membuat program tv berkualitas tinggi dari pada program tv sukses tapi, sampah! Seperti Dahsyat dan kawan-kawannya, sama sekali nggak ngerti apa yang harus dibanggakan sama program-program seperti itu?
Baca Juga : NET TV Bangkrut Apa Kabar TVRI?
Baca Juga : Matinya Kreatifitas di Dunia TV
Baca Juga : Ekploitasi Kemiskinan Lewat Acara Mikrofon Pelunas Hutang
Baca Juga : NET TV Bangkrut Apa Kabar TVRI?
Baca Juga : Matinya Kreatifitas di Dunia TV
Baca Juga : Ekploitasi Kemiskinan Lewat Acara Mikrofon Pelunas Hutang
Pas lagi cari pembersih wajah
buat laki di toko daring, nggak sengaja nemu satu merk yang menurut saya kurang
familiar dan setelah riset ternyata ini merk dari luar dan sudah ada semenjak
1976. Freeman sendiri ternyata merupakan pemain baru di Indonesia dan mostly
ada karena di bawa oleh para reseller dari luar negeri. Jadi the mask experts
since 1976 ini belum resmi launching di Indonesia. Setelah riset berkepanjangan
akhrnya saya memutuskan untuk menjatuh pilihan pada Freeman polishing charchoal
and black sugar/ gel mask and scrub, set dah Panjang bener nama ini produk.
Kalau dari packegingnya sih biasa
saja, bentuk tube besar 175 ml dan yang bikin saya rada-rada gimana adalah
harganya yang lumayan murah untuk sebuah produk dai luar negeri. Kemungkinan besar karena belum resmi, harga
produk Freeman ini bisa murah seperti halnya handphone BM.
Begitu produknya sampai dan saya
lihat lumayan bikin bingung juga sebab, Freeman polishing charchoal and black
sugar/ gel mask and scrub nggak seperti pembersih wajah kebanyakan yang pernah
saya pakai. Bentuknya gel dengan arang hitam plus ada butiran gula, yep! Ada
butiran gula yang gede-gede. Cara pemakaian seperti mask tinggal dioles di
wajah saya dan awalnya saya kira, akan jadi keras seperti mask lainnya tapi
polishing charchoal and black sugar/ gel mask and scrub ini nggak sama sekali!
Jadi setelah 5-7 menit harus cuci muka seperti pakai scrub.
Pemakaian
Saat dioleskan ke wajah ada
sensasi panas getuh dan kalau kena jerawat juga rada panas gimana getuh tapi,
untungnya cuma sementara saja karena setelah satu menit sensasi panasnya
menghilang, termasuk daerah yang ada jerawatnya. Nah, butiran gulanya yang
menurut saya berfungsi sebagai scrub nggak begitu cocok buat kulit sensitive
dan ditakutan gampang bikin breakout atau iritasi.
Untuk hasilnya ternyata bagus
banget, awalnya dengan begitu banyak bahan dan gula scrub, kulit bakalan kering
kerontang dan kasar kek pake Biore getuh tapi Freeman ini beda karena kulitnya
jadi moist gimana getuh, terus ada efek kencangnya juga seperti setelah pakai
mask.
Freeman
polishing charchoal and black sugar/ gel mask and scrub ini, bisa disebut
masker all in one. Buat detox, exfoliat, cleaner tapi menurut saya, Freeman polishing
charchoal and black sugar/ gel mask and scrub termasuk heavy product for skin.
Entah kenapa saya merasa Freeman polishing charchoal and black sugar/ gel mask
and scrub jauh lebih cocok untuk pemakaian dalam keadaan berat saja, habis
kerja rodi di luar, abis dari rig pengeboran tambang, abis keluar hutan kalau
sekadar bersihin muka setiap hari, kaya kasihan kulitnya kena gula scrub terus.
Jadi saya baru lihat film Terlalu Tampan di Iflix dan to be honest, film ini melebihi ekspetasi saya bahkan boleh dibilang dari semua film lokal di tahun 2019 ini cuma Terlalu Tampan yang bisa saya nikmati selebihnya pengen muntah. Mulai dari cinematografi, acting pemain dan segala rupanya mengingatkan pada film-film remaja Thailand walaupun, dari segi plot dan storyline memang kedodoran tapi harus diingat, Terlalu Tampan ini adaptasi komik bukan novel dan kalau kalian baca sendiri komik Terlalu Tampan di Line, menurut saya adaptasinya sudah baik.
Sayang seribu sayang jumlah penonton Terlalu Tampan ini nggak terlalu menggembirakan bahkan, kalau nggak salah kurang dari 500 ribu orang, yang dimana angka segitu untuk big budget film adalah sangat mengecewakan dan saya sendiri punya beberapa alasan namun, ini murni sunjektif saya sebagai seorang pecinta film.
Marketing Yang Salah
Waktu pertama kali keluar saya susah banget ngajak orang buat nonton Terlalu Tampan sebab, banyak yang bilang kalau Terlalu Tampan film bocah. Padahal film Dilan 1991 juga film bocah bukan? Dari trailer sampai iklan yang terlalu ditujukan buat kaum abg ini, bikin penonton di luar target market males nonton sekalipun cuma iseng. Ujungnya baru nyesel nggak ke bioskop pas lihat di Iflix
Promo film ini juga menurut nggak kenceng dan wah, saya merasa production housenya terlalu yakin dengan embel-embel based on famous webtoon, mungkin dikira Terlalu Tampan ini bakal booming sendiri karena sudah terkenal di webtoon makanya nggak butuh promo dan marketing yang out of the box.
Saya juga benar-benar bingung dengan marketing dan promo Terlalu Tampan ini sebab, dia nggak menyasar penonton di luar target market tapi kenapa semua review dari orang-orang di luar target market? Saya sama sekali nggak lihat para pembaca webtoon kasih review, kalau di googling semua review dari orang-orang berumur? Kalau begini gimana mau viral? Kenapa fans webtoon nggak dikasih tiket gratis dan disuruh bikin review di sosial media mereka, dari pada ngundang media dan yang dateng wartawan berumur 30 ke atas yang bahkan belum pernah baca webtoon?
Storyline Yang Kedodoran
Salah satu faktor utama yang membuat Terlalu Tampan kurang laku adalah storyline yang kedodoran dan dipaksakan banget untuk bisa hampir dua jam. Padahal untuk sebuah film remaja komedi, apa lagi adaptasi komik, durasi sepanjang itu menjemukan terlebih, premis Terlalu Tampan sendiri simple namun seolah dari novel 400 halaman lebih. Kalau memang ingin memasukan semua unsur dari komiknya kenapa nggak dibuat jadi dua film dari pada maksa hampir dua jam.
Nikita Willy Dan Geng Sinetron
Hemm, kenapa juga Nikita Willy dkk jadi alasan film Terlalu Tampan kurang laku? Sebenarnya saya juga heran Nikita Willy mau sebagai peran pembantu karena, biasanya dia jadi peran utama dengan film-film you knowlah. Menurut saya Nikita Willy sebagai Amanda salah besar, fans Nikita sudah pasti alay dari sinetron dan mereka nggak baca webtoon. Lagi pula penggemar Nikita yang biasa nonton sinetron, mana bisa di kasih film seperti Terlalu Tampan!
Hal ini juga berlaku untuk Ari Irham dan kawan-kawan, nggak ngerti kenapa maksa banget pakai pemain sinetron? Soalnya 8 juta orang yang baca komik Terlalu Tampan di webtoon, bukan tipe yang nonton sinetron, mereka gen millenial internet jadi, lebih baik seorang selebgram atau youtubers. Hal ini berimbas pada malesnya para pengemar webtoon Terlalu Tampan, sudah mukanya jauh dari pada komik (kecuali Iis Dahlia) isinya geng sinetron pula.
Sayang banget film sebagus ini kurang diapresiasi, malah kalah sama film sampah semacam Dreadout dan Kuntilanak bahkan Preman Pensiun pun sanggup tembus satu juta penonton.
Subscribe to:
Posts (Atom)