Pages
Pindah ke android dari ios itu gak gampang yah. Setelah sempat pusing oleh Redmi 9A dengan segudang iklannya dan memori yang cuma 16GB, akhirnya saya pindah ke Redmi 5 Plus. Memang bukan produk baru, Redmi 5 Plus ini keluar di tahun 2018 namun, setelah dilihat spec-nya seperti masih mumpuni terlebih harga juga ramah di kantong.
Design
Layar
Layar yang 77% dari total body dengan 1080 x 2160 pixels, 18:9 ratio (~403 ppi density) ini, tergolong biasa saja sih sebab, layarnya masih IPS LCD. Bentang 5,8 inch ini sumpah enak banget, apalagi buat kerja buka dan ngedit document, terus ambil data di Trello terlebih pas WFH seperti ini. Kerja sambil rebahan, sambil lihat kerjaan di layar 5,8 inch enak banget.
Hardware and Software
Terus daleman Redmi 5 Plus ini gimana? Banyak yang bilang Qualcomm MSM8953 Snapdragon 625 (14 nm) udah ketinggalan zaman tapi, dipakai buka banyak apps so far gak ada masalah. Dari google docs, trello, drive sampai sosmed lancar walaupun gak cepet banget, jadi ada jeda beberapa detik getuh. Kalau buat maen game pabji, mohon maaf bukan bocil jadi gak main game di handphone.
Ram 3gb dipadukan dengan memori 32GB bikin makin leluasa buat instal apapun. Sayangnya Redmi 5 Plus ini konon, mentok di OS 8 Oreo dan MIUI 11.0.2 rumor sih bakalan ada update ke OS 10 dan MIUI 12 tapi, hanya sebatas rumor. Sekalipun begitu, Redmi 5 Plus ini lancar banget dan gak ada kendala untuk pemakaian sehari-hari.
Kelebihan lain Redmi 5 Plus adalah bebas iklan dan bloatware beriklan, gak seperti Redmi 9A yang iklannya jahanam banget dimana-mana. Redmi 5 Plus ini adem, iklan cuma di file explorer sama wallpaper carousel sialan yang selalu minta di-ON.
Baca Juga : Cara Menghilangkan Iklan di Redmi 9A Tanpa Root
Penyakit produk Xiaomi juga kelihatan di apps instagram, di Redmi 9A instagram sering crash update story gambarnya ketarik landscape dan dark mode selalu kacau karena, semua caption dan teks ikutan hitam. Redmi 5 Plus juga begitu bahkan sampai crash dan minta bug report.
Masih Simpan Data User
Saya juga gak merasa Redmi 5 Plus ini menyimpan data seperti Redmi 9A. Semua berjalan normal, gak ada yang tiba-tiba autosync atau iklan berdasarkan percakapan whasapp. Walaupun begitu, Xiaomi tetaplah produk buatan Tiongkok yang memang menyimpan data usernya. Ini juga salah satu penyakit Xiaomi, dia gak bisa hapus semua cache. Cache data semua apps tersimpan rapi, di dalam seting atau lebih tepatnya, di cache data. Tetap harus hapus manual, bayangkan kalau anda mau jual handphone dan gak reset, cuma log-out dari apps saja bahkan delete apps pun semua data masih ada di cache data.
Makanya kalau saya, selalu unlock produk Xiaomi dan hapus semua apps bloatware mereka. Paling yang saya sisakan cuma file explorer bawaan saja semantara, notes Mi Account, Ouick access, Mi pay etc langsung dihapus.
Baca Juga : Kenapa Saya Parno Dengan Mi Account
Baterai
Baterai 4000mAh standarlah, tergantung pemakaian tapi, cukup awetlah untuk kebutuhan sehari-hari. Walaupun gak dilengkapi sama fast charging tapi, pengisian masih kerasa cepet dari 10% ke 50% gak sampai 30 menit.
Kamera
Dan untuk kamera 12 MP, f/2.2, 1.25 μm, dual pixel PDAF buat saya sih standar, kalau dibandingkan Iphone SE masih jauhlah tapi, gak jelek juga, masih bisa diandalkan dan juara di wide angle.
Overall
Overall, Redmi 5 Plus ini masih lebih dari cukup untuk pemakaian sehari-hari, layar yang luas dan spec yang mumpuni untuk keperluan office sehari-hari bikin Redmi 5 Plus killer untuk smartphone keluaran baru. Ini juga yang menjadi senjata makan tuan sebab, jika Redmi 5 Plus diberi upgrade ke OS 10 dan MIUI 12 maka orang-orang tentu akan enggan beralih. Tapi, semoga saja Xiaomi masih berbaik hari untuk memberikan upgrade karena, dengan spec segitu Redmi 5 Plus masih mampu untuk menjalankan OS 10 bahkan 11.
Akhirnya selesai juga baca The Reckoners Trilogi Firefight, ini merupakan bacaan selama WFH dan Calamity adalah seri penutup dari The Reckoners Trilogi. Dua seri sebelumnya, SteelHeart dan Firefight sukses jadi buku dengan plotingan terhebat yang saya baca di tahun 2020. Brandon sanderson memang jago banget bikin plot sampai-sampai dari seri awal nggak ada yang bisa ditebak endingnya.
Sinopsis
Calamity melanjutkan perjalanan David dan The Reckoners ke kota Ildithia
sebuah kota yang dibangun dari garam dengan kekuatan epic, The Reckoners pergi
ke kota ini setelah mendengar Professor
tengah membangun kekuatan di Ildithia. Professor tengah merencanakan sesuatu
dan membunuh semua epic yang melawannya, termasuk high epic penguasa Ildithia
Larcener si pencuri kekuatan. Sayangnya epic ini terus saja bersembunyi
sehingga membuat professor memporak-porandakan Ildithia.
The Reckoners yang sudah sekarat
masih bersemangat untuk menghentikan professor dengan hanya berbekal terkaan
David, perihal kelemahan Professor. Beruntung David berhasil menemukan seorang
epic lama teman professor bernama Knighthawk, pencipta alat tensor dan sebagainya
yang berasal dari sel sel epic. Dalam perjalanannya The Reckoners berkumpul
kembali dengan Tia dan epic penguasa Ildithia Larcener justru datang meminta
perlindungan.
The Reckoners dengan segala
kekurangannya harus putar otak dan mati-matian melawan Professor dan
pelan-pelan rahasia tentang rencana professor dan Calamity mulai terkuak
bahkan, David berhasil menemukan kelemahan Prodessor disaat-saat terakhir
pertempuran. Serta mengalahkan Calamity
dan membawa kedamaian bagi dunia.
Resensi
Brandon Sanderson memang seorang
maestro plotingan, Calamity dari awal sampai akhir beneran nggak bisa ditebak!
Bahkan endingnya pun di luar dugaan. Perjalanan David beserta The Reckoners
dalam melawan Professor berjalan mengalir, kita bakalan nggak sabar buat tahu
gimana otak cerdas David melawan high epic. Calamity dibuat sesuai porsinya
nggak kerasa kalau seri ini dibuat supaya panjang.
Setiap chapter bawa kejutan
tersendiri yang bikin kita mikir kalau, sebenernya petunjuk itu ada di buku
sebelumnya. Calamity tanpa plot twist sama sekali tapi, bukan berarti kita bisa
dengan gampang nebak apa yang akan terjadi. Justru kekuatan Calamity di situ,
bisa membawa kita ke cerita yang tanpa plot twist namun, tetap bisa kasih
kejutan. Semuanya dari awal dikasih petunjuk hanya kita saja yang kudu jeli
seperti, kenapa David bisa punya kekuatan tapi, nggak jahat. Ada banyak hal-hal
kecil yang bikin kita sadar kalau semua jawaban tentang epic itu, termasuk
Calamity yang menyamar jadi Larcener. Kalau kita jeli mana mungkin ada epic
yang bisa mencuri semua kekuatan epic lain, kecuali dia mengambil apa yang dia
berikan sebelumnya dan nggak ada epic sekuat itu kecuali Calamity sendiri.
Calamity berfokus pada jalinan
cerita yang outstanding semua energy dicurahkan ke situ, imbasnya kaum pecinta
cerita meye-meye yang matanya sampai jereng cari quotes nggak bakal nemu di
Calamity. This is not your kind a book!
Note :
Berikut penjelasan The Reckoners
Trilogy :
EPIC : epic adalah manusia biasa
yang diberikan kekuatan, pada akhirnya kekuatan ini merusak semua manusia
secara pelan-pelan. Kekuatan epic
pelan-pelan membuat manusia membenci segala sesuatu dan membuat kegelapan
menguasai mereka. Makanya banyak epic yang jadi jahat bahkan, sampai memusnahkan
manusia.
Kelemahan epic : Setiap epic
punya kelemahan yang nggak terkait kekuatannya, kelemahan epic adalah
ketakutanyang disembuyikan dan biasanya
kelemahan epic berasal dari kondisi saat masih jadi manusia. Seperti Megan yang
takut dengan api, David yang takut tenggelam, Professor yang takut akan
kegagalan, Edmund yang takut anjing.
Supaya bisa tetap waras dan nggak
hilang kebaikan setiap epic harus bisa mengalahkan ketakutan mereka, kalau
nggak mereka bakal digerogoti oleh kekuatannya sendiri.
Calamity : Calamity terjadi 10
atau 11 tahun lalu saat ada bintang terang bersinar dan memberikan
manusia-manusia kekuatan. Lalu siapa dan apa sih Calamity itu? Calamity adalah
sebuah ras di luar manusia, entah itu alien atau demon yang diberi tugas oleh
kaumnya untuk menguji umat manusia. Ada bagian dimana Calamity berbicara dengan
bahasa yang nggak dimengerti oleh David dan itu menunjukan kalau Calamity bukan
manusia.
Nah, si Calamity ini harusnya
diam saja di atas bumi buat merhatiin kehancuran manusia tapi, dia bosan dan turun
menyamar jadi high epic bernama Larcener.
Calamity percaya kalau manusia lemah dan
nggak bisa melawan efek dari kekuatan yang diberikannya, manusia pasti akan saling menghancurkan.
Beruntung Megan dengan kekuatan
antar dimesinya bisa menunjukan bahwa, ada dimensi tanpa Calamity artinya
dunia dimana manusia punya kekuatan
tapi, nggak jadi jahat dan David menunjukan ada beberapa epic yang bisa melawan
efek kegelapan dari kekuatan. Siapa sangka ini adalah kelemahan Calamity, yakni
kepercayaan bahwa manusia nggak lemah dan bisa melawan kegelapan akibat
kekuatannya.
Endingnya?
Jadi dunia selepas Calamity adalah dunia marvel cinematic universe dimana, bakalan ada banyak manusia berkekuatan super. Perihal manusia-manusia super ini baik atau jahat? Itu berbalik pada individu itu sendiri apakah mereka bisa melawan kegelapan dan ketakutan akibat kekuatan mereka sendiri? Setidaknya David dan kawan-kawan, sudah tahu kelemahan semua epic dan David sendiri menjadi epic dengan kekuatan super yang akan melindungi dunia dari epic jahat.
Endingnya, adalah seperti diceritakan di buku pertama, dimana David percaya kalau epic muncul di dunia ini sebagai superhero untuk membantu. Pada akhirnya David sendirilah yang menjadi superhero bagi dunianya.
Baca juga : Review The Reckoners Trilogy : Steelheart
Baca Juga : Review The Reckoners Trilogy : Firefight
follow saya di instagram @everybodygoesblog
Satu-satunya brand lokal yang
pernah saya coba adalah Advan dan Mito itu pun bikin saya kapok untuk kembali
membeli produk-produk mereka. Sekarang, saya mencoba salah satu brand lokal
bernama Evercoss dengan produk M6. Dari luar smartphone Evercoss M6 ini terlihat
sangat menjanjikan dengan specs yang mumpuni belum lagi, harganya pun hanya 800
ribu saja. Beberapa review di YouTube memang sudah menunjukan kekurangan
Evercoss M6 ini namun, ternyata para reviewer Youtube nggak jeli atau bisa
dibilang asal mereview saja karena, saya menemukan banyak sekali kekurangan
dari Evercoss M6 ini.
OS android 10 bodong.
Betul saudara-saudara Evercoss M6
ini hanyalah sebuah smartphone yang diisi OS android 10 bodong tanpa
kostumisasi apapun! Jadi M6 ini nggak punya banyak setingan layaknya smartphone
android lainnya, cuma OS andoird 10 saja. Saking asalnya evercoss M6 bahkan
nggak punya gallery buat lihat foto dan video cuma menggandalkan google photo
bawaan dari os 10 selain itu music player saja pakai YouTube music loh.
App drawer seting yang bisa kita
temui isinya pelit banget, cuma ada 8 icon pengaturan dan dark mode, bettery
saver, location etc nggak ada sama sekali. Keadaan ini diperparah saat masuk
settings, sumpah masa setingan smartphone ala kadarnya?
Nggak ada kostumisasi dan cuma
asal tempel OS 10 bukan berarti performanya jelek karena, OS 10 ini ternyata
amat stabil dan nggak ada kendala apapun saat mendownload dan membuka aplikasi.
Beberapa aplikasi besar bisa terbuka dengan baik.
Bahkan office tool seperti word dan kalkulator saja sama sekali gak dikasih? Padahal memori cuma 16GB masa kudu download lagi? Tool office seperti itu penting sekali, masa sampai nggak kepikiran buat dimasukin ke OS?
Evercoss M6 ini pun punya nilai lebih baik dari pada Advan karena, cuma ada 2 bloatware bawaan dan sama sekali nggak dikasih iklan. Evercoss m6 ini bener-bener bersih dari iklan, nggak seperti Advan yang disisipi iklan dalam system OS. Jadi makenya adem nggak perlu risih dengan keluar banyak iklan pop up atau smartphone tengah malem tiba-tiba keluar lagu dangdut macem Advan.
Untuk wifi Hotspot Evercoss M6
cuma bisa satu device saja karena, OS 10 mentah banget nggak dikostumisasi
dahulu jadi seadanya saja.
Screenshot Evercoss M6 inipun ala
kadar banget dengan, nempel di opsi tombol power dan lagi-lagi ada bunyi
shutternya.
Lalu UI layar yang nggak ada
kostumisasi jadi nggak bisa fullview selalu ada tiga tombol opsi dibawah, belum
lagi nggak ada quickball.
Waktu konek ke laptop masa opsi
untuk charging atau transfer nggak pop up donk, kudu ke drawer atas buka terus
pencet sendiri.
Kamera Gimmic
Evercoss M6 lumayan bikin kesal
karena ternyata 3 camera di belakang cuma gimmick! Aslinya hanya satu 8 MP saja.
Fitur camera Evercoss M6 ini pun cuma asal tempel saja sebab, user interface seadanya
dan diperparah dengan bunyi shutter yang nggak bisa dimatikan! Betul banget system
camera cuma asal tempel saja!
Hardware
Saya males banget, ngoprek
hardware namun, bisa dipastikan kalau processor yang dipakai adalah SOC unisoc tipe
lama yang nggak pas dengan OS 10 kenapa bisa begitu? Karena Evercoss M6 gampang
sekali panas dan panasnya bukan sekadar mas loh namun, lebih ke overheat. Hal
ini membuktikan processor yang dipakai kurang bisa menghandle OS 10 dengan kata
lain, Evercoss asal tempel saja processor yang penting murah.
Ram 3GB asli bukan abal-abal dan
nggak ada kendala apapun saat bermain games maupun, multitaskin. Hanya saja
antara processor dengan OS nggak stabil dan ujungnya gampang banget overheat.
Walaupun digadang-gadang bisa main pabji sepertinya, nggak banget dengan bugs overheat
ini.
Baterai
Betarai Evercoss M6 ini cuma
3200mAh dan nggak ada fitur fast charging! Untungnya baterai ini kualitasnya
lumayan bagus, nggak cepat habis standarlah seperti Iphone SE. Paling yang
bikin sebal pas ngecas saja, lama banget beud padahal cuma 3200mAh.
Overall
Evercoss M6 ini punya potensi
besar kalau digarap dengan baik bukan, cuma asal tempel OS 10 saja. Evercoss
harusnya kasih sistem UI yang lebih baik sebab, M6 ini mendingan dari pada
produk Advan yang bikin naik pitam dengan bugs iklannya.
Design enak digenggam dan tampilan layar yang HD sumpah enak banget buat nonton, sayang banget produk ini nggak stabil di os dan hardware. Harusnya untuk menyelamatkan produk M6 Evercoss mengeluarkan update firmware untuk membuat lebih stabil dan tampilan UI standar. Dari pada dibiarkan ala kadar seperti ini.
Kalau menurut saya sih lebih nyaman pakai Evercoss M6 dari pada produk Advan dan sampai saat inipun, masih ok saja pakai Evercoss karena nggak ada iklan dan nggak disisipi iklan. Untuk kekurangan Evercoss M6 emang kudu muter otak instal berbagai apps seperti gallery, music player dan procam.
Baca Juga : Review Sampah Jepang Sony Xperia X Compact