Pages
Ini adalah tulisan kedua dari manusia yang nggak pernah upgrade diri karena kerja di tempat yang nggak bisa dipecat! Sebelumnya saya udah nulis kalau kamar yang saya tempati sekarang ini, adalah bekas manusia yang nggak pernah upgrade diri, buat apa juga upgrade diri? Skill selalu sama dan seumur hidup begitu saja, nggak bisa dipecat akhirnya berimbas pada pola pikir dan kehidupan sehari-hari. Contohnya kamar yang saya tempati ini, sebelumnya sumpah parah abis, seperti kandang babik!
Kamar mandi yang nggak pernah disikat, lobang penutup saluran air yang sudah rusak dan ditutupi rambut tapi nggak pernah diganti, tembok yang hampir setiap sudut dipaku lalu dalaman lemari yang Cuma ditutupi Koran dan karton. Apa susahnya sih, mikir modern dan maju? Tinggal cari di toko daring semua kebutuhan kamar tersedia dalam jumlah murah! Cari sikat WC, wallpaper untuk melapisi dalaman lemari lalu hanger handuk sampai pengganti paku yakni gantungan yang bisa ditempel pun ada.
Terus kenapa otak penghuni kamar ini sebelumnya dangkal banget? Sampai kamar ini hancur seperti gubuk, semuanya serba diakali asal-asalan dan ini pertama kalinya saya dapat kamar bekas orang yang nggak bisa dipecat dari tempat kerjanya. Sebelumnya saya selalu dapat kamar dari karyawan swasta dan nggak pernah seperti ini bahkan, kamar dengan harga sewa lebih rendah.
Harga sewa kamar yang mencapai jutaan, membuktikan kalau penghuni sebelumnya punya uang tapi otaknya dangkal! Dua tahun tinggal dan betah dengan keadaan seperti ini? Dalam otak dangkalnya yang penting bisa tidur dan boker saja, selebihnya terserah, sama halnya seperti kualitas kerja kaumnya yang memang terkenal asal dan yang penting beres juga asal bos senang. No wonder, negara ini nggak pernah maju.
Teman kamar sebelah pun memberi tahu, kalau penghuni sebelumnya suka nonton TV. I was like, benerkan perkiraan saya, hari gini masih ada orang seumuran yang nonton TV? Sekarang semua serba online! Kebutuhan informasi dan hiburan ada semua di smartphone buat apa nonton TV? Jangan heran kalau di kamar mandi, malah dipasang tali tambang yang melintang ketimbang pasang hanger, daleman lemari dilapisi Koran dan karton ketimbang wallpaper.
Begitulah kelakuan orang-orang dari kaum yang nggak bisa dipecat, maunya gampang dan mudah saja. Ogah upgrade diri atau mencari solusi tepat, pokoknya yang cincai dan santai.
Sebenarnya punya anak berapa pun
juga itu adalah urusan pribadi, setiap orang punya keputusan sendiri. Ada
mementingkan kualitas banyak juga yang lebih memikirkan kuantitas. Saya melihat
sebuah fenomena unik di lingkungan saya, dimana punya anak tapi otak nggak
dipake. Kok bisa? Seperti ini kasusnya, ada beberapa anggota keluarga yang
bunting dan melahirkan. Terus yang bikin saya heran, mereka ini datang ke Papih
untuk minta uang untuk biaya persalinan, terus salahnya dimana?
Tapi Nikah Mehong?
Pertama mahluk-mahluk primitif
ini, dulunya kawin mehong dan biaya dari siapa? Bisa kawin mehong tapi nggak bisa
mikir kalau nanti melahirkan harus keluar duit banyak, aneh bukan? Saya sudah
kerap bilang dari pada gengsi dan pakai alasan nggak enak sama orang tua dan
masih banyak hal, padahal memang pengen kawin mehong dan prestise saja. Dasar
mindset dubur!
Bukan Anak Pertama
Saya masih bisa toleran kalau untuk
anak pertama, anggap saja keluarga baru yang ekonominya belum stabil. Tapi, kalau
sudah anak kedua dan ketiga bahkan seterusnya kerap minta uang untuk melahirkan
ke Papih pastinya, rada-rada gimana getuh. Memang apa yang dipikirkan mahluk-mahluk
primitif ini? Tentunya selain enak wikwik sampai jadi anak. Nggak malu tuh,
semua anaknya minta biaya melahirkan ke orang tua? Lain padang lain belalang
pula, memang lingkungan rendahan seperti itu. Bisanya wikwik begitu dihajar realitas,
bukan usaha malah lari ke orang tua.
Mikir Nggak Sih?
Dari anak pertama saja, pastinya
sudah tahukan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk persalinan. Terus
kenapa otaknya nggak jalan, pas mau bikin anak kedua dan seterusnya? Harusnya
otaknya dipakai bukan cuma penisnya saja. Nanti biaya melahirkan dapat dari
mana? Apa saya punya tabungan atau memanfaatkan BPJS serta asuransi lainnya.
Kenapa Saya Sewot?
Yang bunting siapa tapi yang
sewot saya, terus ada juga yang bilang “kan itu bakal jadi ponakan.” Bitch!
Kalau si Papih milyuner bisa hambur-hambur duit sih, ngapain juga sewot. Lah
ini, pensiunan yang saban bulan ambil uang pensiun di Taspen, masih mau
dibebanin sama biaya persalinan? Dan si Papih sudah bayar enam kali!! Empat
cucu dari anak pertama dan dua cucu dari
anak terakhir. Mikir nggak sih itu duit bertahun-tahun kerja yang harusnya
mungkin bisa dipakai untuk naik haji, malah dialokasikan buat lahiran cucu. Hitung saja sendiri, kalau sekali lahiran
keluar 5 juta berarti sudah 30 juta melayang cuma demi brojol cucu dari orang
tua pemalas.
Kultur Sampah
Ada banyak hal yang bikin
manusia-manusia sampah ini bisanya cuma wikwik tanpa usaha. Kalau yang saya
lihat dari lingkungan adalah faktor kultur, tahu dong kalau kaum kodrun nggak
boleh pakai KB, jadinya nggak bisa merencanakan keluarga dan mikirnya kalau
duit si Papih itu rezeki si anak yang sudah dijamin sama yang di atas. Padahal
Papih juga punya kepentingan lain yang belum terwujud seperti naik haji, tapi
anaknya kejebak mindset dari kultur sampah. Sehingga duit pensiun terus saja
tergerus habis untuk biaya kawinan dan melahirkan.
Sekarang tuh banyak banget
milenial yag seperti ini, kawin mehong tapi setelahnya nggak tahu harus
ngapain, nggak bisa modal dari nol harus selalu dibiayain sama orang tua. Sama halnya
seperti manusia sampah di lingkungan saya, sudah nikahan mehong dari Mamih dan
Papih, lahiran juga dari Mamih dan Papih bisanya cuma shared aja ke sosmed,
foto-foto lucu anak.
Minggu ini saya dikejutkan dengan
pemecatan COO atau chief of operation di perusahaan saya. Secara personal saya
memang nggak lihat apa yang salah karena baru dua bulan berada di perusahaan
ini. COO ini, tergolong amat sangat muda
dan masuk ke dalam generasi milenial, umurnya belum mencapai 30 tahun bahkan,
baru bekerja selama 1 tahun saja di perusahaan ini.
Buat apa surat SP3K disebar?
Yang bersangkutan mengegerkan, whatsapp group perusahaan dengan pengumuman pemecatan dirinya disertai foto surat SP3. Dan sumpah baru kali ini saya melihat surat SP3 pemecatan dengan alasan yang bikin geleng-geleng kepala. Alasan pemecatan yang tertera di surat SP3 adalah karena, yang bersangkutan memberikan keterangan palsu dan menyebarkan gosip-gosip yang menganggu kinerja karyawan lain. I was like holly fak! Alasan macam apa itu?
Kalau nemu tulisan ini dari google pake keyword namanya, sorry diblok cerita kasus waktu orangnya kerja di kreativv. Kenapa? Well, secara mental orangnya memang gak sehat dan punya histori kesehatan mental yang buruk. Dan saya jadi tahu kenapa orang ini bisa bertindak sangat halu, kesehatan mentalnya pun terus terang membuat saya takut, gak ada faedahnya ribut sama ODGJ. Memang toxic dan back stabber namun, sesungguhnya dia butuh penanganan profesional,. Yup, kesehatan mental dia memang seserius itu, jangan lihat dari penampilannya sebab, dalamnya crying for help. Pernah nonton film Fatal Attraction or Basic Instinc? Mau lebih jelasnya, nonton Netflix Don't Fuck With Cat Now you know what your dealing with!
Kenapa Banyak Milenial Yang Halu?
Ketemu kaum milenial yang halu
bukan hal baru buat saya, tapi baru kali ini saya nemu milenial halu untuk terlihat
sebagai profesional yang sukses. Biasanya milenial halu, sok tajir getuh dah. Pamer
ini dan itu di sosmed padahal bukan miliknya, terus ada milenial halu endon,
itu loh yang upload kawinan mehong, terus semua tentang keluarganya diupload,
padahal semuanya disubsidi mami sama papih belum lagi pas punya anak aja
langsung disewain baby sitter. Nggak pusing ngurus apapun tapi bikin pencitraan
seolah-olah, sukses menyeimbangkan karir dan keluarga, padahal dompet orang tua
menopang kuat di belakang.
Kenapa banyak banget generasi
milenial yang halu yah? Karena mereka ini tumbuh di zaman serba terkoneksi dan melihat
banyak hal yang mereka inginkan namun, kaga ngerti gimana cara mendapatkannya. Menciptakan
persepsi khalayak di sosmed, sesuai dengan apa yang diinginkan bagaimana pun
caranya. Makanya buat generasi milenial mending jauh-jauh dari sosmed, dari
pada jadi halu. By the way, COO yang dipecat ini pernah jadi speaker di TED
loh!
Baca juga kaum halu lainnya di bawah ini :
Subscribe to:
Posts (Atom)