Resensi Caraval : Alice In The Wonderland Versi Modern

Resensi Caraval : Alice In The Wonderland Versi Modern

Satu lagi buku yang ngehits di belantika bookstagram dan nggak mungkin saya lewatkan begitu saja.  Tahu sendiri yang namanya belantika bookstagram, nggak pernah gagal merekomendasikan buku-buku bermutu, bukan cuma selera rakyat seperti cerita cinta mehe-mehe berseting luar negeri. Kali ini sebuah buku fantasi roman berjudul Caraval mencuri perhatian saya, awalnya rada ngeri karena ini cerita cinta tapi karena dibungkus dengan fantasi, akhirnya saya memberanikan diri untuk membaca.
Sinopsis 
Cerita bermula ketika Scarlett dari pulau Taklukan Trisda, menerima undangan untuk datang ke Caraval setelah beberapa tahun mengirimi Legend surat, mengenai betapa inginnya Scarlett bertemu Legend. Bukan tanpa alasan mengapa Scarlett mengirimkan surat pada Legend, karena Scarlett dan adiknya Donatella tumbuh dalam lingkungan abusive, dimana sang Ayah selalu menyiksa secara fisik.  Siapa sangka ketika Scarlett akan menikah dengan Count, undangan untuk datang ke Caraval malah tiba di depan hidungnya. Scarlett pun memutuskan untuk mengambil resiko datang ke Caraval, dan pulang tepat sebelum pernikahan dengan Count.
Tapi nasib berkata lain, ketika akan berangkat ke Caraval, sang adik yang sudah tiba terlebih dahulu ke Caraval menghilang dan Scarlett harus menghadapi kenyataan bahwa permainan Caraval adalah tentang menemukan adiknya Donatella. Maka dari itu petualangan Scarlett di pulau magis Caraval dimulai, dari toko-toko yang menjual barang ajaib sampai dengan lampu-lampu yang hidup dan mati dengan sendirinya, menemani petualangan Scarlett.
Dalam petualangannya ini Scarlett ditemani seorang pelaut bengal nan tampan, bernama Julian, yang nanti akan menjadi dilema karena Scarlett bimbang apakah harus mempercayai Julian atau tidak?  Lima buah petunjuk disediakan bagi Scarlett untuk dipecahkan dalam waktu lima hari. Jika ia berhasil memenangkan permainan dan menemukan adiknya, maka Scarlett berhak dikabulkan satu keinginan oleh Legend.
Resensi
Dari awal baca Caraval, saya sudah menduga kalau ini cerita yang setipe dengan novel Lewis Carol yakni Alice In The Wonderland, dimana sang tokoh utama terjebak di dunia antah berantah nan kelam.   Untuk saya pacing Caraval terasa lamban, apa lagi dengan gaya penulisan prosa metafora. Dalam beberapa bagian Caraval terasa menjemukan, antara prosa metafora bertemu dalam jalinan kisah cinta tipikal gadis naif dan pemuda bengal. Untungnya novel ini cuma 400an halaman dan dibagi dalam lima babak besar, sehingga nggak terasa panjang.
Yang membuat Caraval outstanding adalah plotingan yang jujur, sama sekali nggak bisa saya tebak, Stephanie Garber patut diberi acungan jempol karena mampu meramu plot cerita yang nggak standar, belum lagi gaya penulisan menggunakan prosa metafora membuat Caraval setingkat di atas dari pada novel-novel roman fantasi lain. Namun, imbas penggunaan prosa metafora ini adalah, pada terjemahan Indonesia yang terasa aneh dan kaku, sebab prosa nggak bisa asal diterjemahkan, ada banyak gaya bahasa yang nggak terasa ngalir dan kadang saya harus baca dua kali supaya ngerti, belum lagi banyak metafora untuk menggantikan kata sifat dan keterangan di Caraval.
Satu lagi yang membuat Caraval berhasil menghanyutkan pembacanya adalah, karena tokoh utama Scarlett yang dibuat alim dan naif, sehingga terasa pas untuk terjebak dalam sebuah pemainan. Andaikata Scarlett bukan perempuan alim dan naif, maka kita nggak bakal disuguhkan dengan semua kejelimetan dan kerumitan permainan Caraval, walaupun saya banyak kesalnya dengan tokoh Scarlett ini, sudah jelas terjebak di dunia antah berantah masih juga sulit percaya dan sok idealis, lucu, baik hati dan tidak sombong.
Walaupun ada beberapa bagian yang jelas menggambarkan Caraval adalah tipikal novel roman, seperti cara Stephanie Garber menggambarkan Julian, alamak sampai kulit dan ototnya diprosakan. Untungnya unsur magis dalam Caraval kuat karena tanpa unsur Magis, cerita Caraval akan hampa dan nggak masuk akal. Ini pula sebabnya Caraval nggak bersetting di dunia normal, melainkan di masa Dinasti Elantine. 

novel caraval
Overall, sekalipun sedikit menjemukan, karena kisah cinta Scarlett dan Julian dalam balutan prosa metafora namun, plotingan cerita yang outstanding, membuat Caraval layak dibaca dan bukan sekadar cerita roman picisan  yang endingnya mudah ketebak, kalau nggak happy ending, ya sedih melebay. Caraval menawarkan kejutan yang sama sekali nggak terduga.

Spoiler 

Pada bagian ending ketika Legend memasukan surat ke saku Tella, tertulis bahwa Legend menagih apa yang dijanjikan Tella. Sebenarnya apa sih yang Donatella janjikan, sampai Legend mau membuat permainan sesuai keinginan Tella? Ternyata oh ternyata, jawabannya ada di seri kedua dan caraval ini adalah sebuah cerita trilogi, tadinya saya kira cuma satu seri saja. 



Reactions

Post a Comment

0 Comments