Menelusuri Keunikan Lawang Suryakancana Bogor

Menelusuri Keunikan Lawang Suryakancana Bogor

Bagi warga Bogor tentunya nama pecinan Suryakencana sudah tidak asing lagi, dahulu mendiang Mama saya gemar sekali berbelanja di pecinan ini. Kalau boleh di bilang pecinan ini merupakan Tanah Abangnya Bogor, mulai dari kuliner, swalayan, toko serba ada sampai pasar basah semua tersedia komplit di Suryakencana. Nah,  belakangan Walikota baru terpilih meresmikan pecinan tertua di Bogor ini menjadi sebuah ikon baru, lengkap dengan pemberian sebuah gapura megah yang menegaskan bahwa Suryakencana adalah pecinan, selain itu Walikota Arya Bima pun mengubah nama suryakencana menjadi Lawang Suryakancana. 

Terus apa sih yang bisa kita temukan di dalam ikon terbaru kota Bogor ini? Terus terang awalnya saya kira Lawang Suryakancana ini adalah wajah baru penarik turis, akan ada banyak hal yang berubah dari tempat berbelanja kesukaan ibu-ibu seBogor ini. Ternyata setelah saya menelusuri Lawang Suryakancana dari awal sampai akhir, sama sekali tidak ada perubahan! Jargon mengubah nama Suryakencana menjadi Lawang Suryakancana, dan harapan untuk menjadi ikon baru kota Bogor ternyata hanya berita semata, sebab semua tetap sama di mata saya.

Tapi jangan berkecil hati dahulu begitu tahu ternyata Lawang Suryakancana hanyalah sekadar gapura megah berwarna merah, karena masih banyak yang bisa kita nikmati dari kepingan sejarah warga etnis tionghoa di Kota Bogor ini.

Lawang Suryakancana Bogor

Sejarah


Seperti yang sudah saya sebutkan Lawang Suryakancana ini merupakan tempat pertama kali imigran tionghoa bermukim di Bogor, hal pertama yang bisa kita lihat tepat di sebelah gapura adalah sebuah vihara tertua yang bernama Dhanagun. Vihara yang sekarang sudah menjadi cagar budaya ini dulunya di sebut klenteng Ho Tek Bio, karena sudah menjadi cagar budaya maka siapapun bisa dengan mudah masuk ke vihara Dhanagun. Kalau dulu nggak sembarang orang bisa masuk sini, cuma yang mau sembayang sama latihan wushu aja. Kebetulan saya dulu ikutan wushu di klenteng ini dan biasanya ramai menjelang imlek dan cap gomeh, kalau hari biasanya tidak terlalu seru, sebab anda tidak akan menemukan ratusan lilin dan lampion menghiasi klenteng Ho Tek Bio.


Rumah Peranakan

Selain vihara Dhanagun masih bisa menikmati beberapa rumah peranakan yang masih tersisa. Sayangnya rumah peranakan ini sama sekali nggak terbuka untuk umum, padahal terdapat satu mansion peranakan dengan nilai arsitektur dan sejarah tinggi. Keluarga pemilik rumah masih meninggali rumah tersebut, ini sebabnya kondisi rumah peranakan ini amat terjaga. Kalau anda penasaran dengan bagian dalam, bisa mengintip di blog tetangga lawang-suryakancana-bogors-chinatown



Shop Till Drop

Nah, dahulu sebelum indomaret dan alfamart menjamur, satu-satunya tempat dimana terdapat mini market atau swalayan adalah di Lawang Suryakancana ini. Beberapa swalayan masih bertahan sekalipun sudah puluhan tahun, seperti swalayan ngesti. Selain itu terdapat puluhan toko yang menjual berbagai macam produk dari obat tradisional sampai dengan sepeda. Beberapa toko masih berupaya mempertahankan bentuknya, sekalipun sudah tidak lagi terlihat menarik, mereka masih memiliki pelanggan setia. 

Kalau bosan berbelanja di toko bisa pergi ke pasar tradisional, di lawang suryakancana ini terdapat dua pasar tradisional yakni pasar tertib dan pasar basah. Kalau pasar tertib adalah pasar segala rupa yang tumpah ruah dan jauh dari namanya yakni tertib, sementara pasar basah yang terletak di gang ini menjual berbagai ikan dan kodok segar.


Kuliner

Bagi para pecinta kuliner Lawang Suryakancana boleh jadi merupakan surga, sebab terdapat ratusan kuliner, mulai dari yang di dalam gedung sampai yang di gerobak dari jajanan pasar sampai restauran, semua tinggal pilih saja. Zaman dahulu lawang suryakancana terkenal dengan asinan gedong dalam, namun sekarang asinan tersebut sudah pindah alamat, kendati begitu masih ada beberapa penjual asinan yang setia menamakan asinan mereka dengan gedong dalam.

Karena ini pecinan jangan heran kalau menemukan beberapa makanan khas, tapi bagi pecinta chinese food bisa-bisa setiap penjuru Lawang Suryakancana ditelusuri.


asinan gedong dalam Bogor





Mau Yang Modern Pun Ada




Minim Perubahan Dan Perawatan

Dengan semua hal yang bisa ditawarkan oleh Lawang Suryakancana, amat disayangkan kalau perubahan paling mencolok adalah tiga hal berikut ini, berdirinya gapura, kantor radio dangdut dan  sebuah hotel megah, kedua bangunan ini sama sekali tidak cocok berada di kawanan sejarah. Saya saja sedikit shock melihat dua buah bangunan megah untuk kantor dan hotel ini, keduanya seperti salah tempat. Masa ada hotel bintang lima dan kantor radio dangdut di kawasan yang mau dijadikan ikon kota? Mau nggak mau ini mengingatkan kita akan salah asuhan dari kawasan Braga Bandung.


Lawang Suryakancana pun masih menyisakan beberapa bangunan lama yang tidak berpenghuni. Selain itu Lawang Suryakancana kerap dikerubuni tukang parkir liar dan preman, saya saja beberapa kali disantroni preman yang tanya "dari mana?" Gara-gara foto-foto pake dslr. Belum lagi perubahan jalur kota Bogor (Demi Pak De Yang Kangen Solo)  membuat arah ke Lawang ini menjadi macet sekali.


Kalau mau lebih terasa unsur pecinan dari Lawang Suryakancana, datanglah pada malam hari dan pada imlek atau cap gomeh. Kalau sudah baca jangan ragu, memasukan Lawang Suryakancana ke dalam list weekend, sebab siapa tahu masih banyak hal tak terduga yang belum sempat dilihat di kawasan tempo dulu ini. 

Baca Juga : Wahana Retro di Taman Topi Bogor 
Baca Juga : Trip ke Desa Benteng Alla Sulawesi
Baca Juga :Kaum Urban di Kampung Areng Desa Cibodas 
Baca Juga : Weekend di Pulau Pramuka 
Baca Juga : Pesona Desa Kuno Muara Tenang Semendo 
Reactions

Post a Comment

4 Comments