Kenapa Kita Over Share Di Sosial Media

Kenapa Kita Over Share Di Sosial Media


Beberapa bulan lalu saya pernah menulis tentang berhenti main Path, gegara ada emak-emak abg yang saban detik posting sesuatu yang nggak penting. Sampai-sampai timeline Path isisnya cuma celotehan sampah dia aja. Pastinya kita semua sering mengalami hal seperti ini, bukan cuma postingan sampah, namun umumnya over share di sosial media biasanya kalau bukan tentang anak-anak pasti tentang kawinan, setiap hari atau bahkan setiap jam selalu ada teman yang posting anak atau hal-hal yang berhubungan dengan kawinan.   Sementara ada kalanya kita akan merasa terganggu dengan over share, sebab merasa nggak memiliki hubungan dengan apa yang di share tersebut. Bahkan nggak segan-segan untuk memblock, nyinyir atau bahkan seperti saya langsung berhenti main sosial media. Belakangan saya semakin mengerti mengapa orang-orang ada yang over share, setelah beberapa orang terdekat tiba-tiba saja over share di sosial media. memang untuk bisa mengerti sesuatu, sering kalinya kita harus melihat lebih dekat.
over share social media

Orang Yang Over Share
Siapapun bisa over share di sosial media, nggak pandang bulu. Padahal dulu saya kira orang-orang yang over share di sosial media ini adalah tipikal abg aka orang yang belum dewasa. Bahkan yang tadinya nggak pernah share pun, tiba-tiba bisa over share. Dan pada umumnya tindakan over share nggak bakal disadari oleh pelakunya, sebab menurut saya over share merupakan salah satu tindakan nyata, yang diprakarsai oleh alam bawah sadar.
Maksudnya adalah kita melakukan sesuatu dengan nyata dan sadar, tapi nggak tahu kalau sebenarnya ada maksud tertentu dari tindakan itu. Seperti halnya over share, sebuah tindakan nyata, tapi orang nggak sadar kalau sebenarnya over share itu merupakan sebuah tindakan yang di dorong oleh  keinginan bawah sadar.
Alasan Untuk Over Share
Ada banyak alasan untuk over share, namun biasanya topik yang menjadi bahan over share merupakan alasan utama mengapa orang menjadi over share di sosial media.
1. Guilty felling Dan Tekananan Lingkungan
Ada salah satu teman saya yang tiba-tiba saja menjadi over share tentang anaknya, semua tentang anaknya di posting di Path. Padahal dulu semenjak lahiran teman ini adem ayem saja, kenapa tiba-tiba dia menjadi over shared?
Karena teman saya ini tetangga, saya menjadi tahu bahwa over share mengenai anaknya ini diprakarsai oleh perasaan bersalah. Kok, bisa? Sebab seperti halnya orang tua bekerja, teman saya jam 6 pagi harus sudah tiba di statiun dan baru bisa pulang jam 5 sore namun karena naik kereta dari Jakarta, sampai Bogor jam 6 atau 7 malam. Sementara anaknya baru bangun jam 7-8 pagi dan jam 7 malam sudah tertidur, sehingga kegiatan mengurus anak, mau nggak mau harus dilakukan pembantu yang saban pagi saya lihat sedang di depan gerbang rumah menyuapi bocah majikannya.
Perasaan bersalah bahwa nggak bisa full ngurus anak sehari-hari, belum lagi tekanan lingkungan bahwa seorang ibu harusnya di rumah ngurus anak, mendorong teman saya ini untuk over share anak. Tanpa sadar ia berusaha keras untuk menciptakan dan membuktikan bahwa, anak saya senang loh, anak saya keurus loh, lihat saya ibu yang baik loh. 
2. Kesepian
Salah bahan over share yang paling nggak penting adalah kegiatan kita sehari-hari, biasanya emak-emak abg yang rajin posting begini. Apapun yang mereka temui dan lihat langsung di share, padahal menurut orang lain "apaan sih? Nggak penting banget" nemu bebek depan rumah di share, naek angkot di share, mau boker juga di share. Ini merupakan salah satu alasan mengapa saya langsung berhenti main Path.
Setelah ditelusuri, emak-emak abg teman saya ini kesepian di rumah, sebab nggak terlalu repot dalam mengurus anak dan rumah karena sudah tersedia baby sitter dan pembantu. Jadi ketika anak tidur dan nggak ada yang dilakukan, emak-emak abg ini bingung dan kesepian, mau telpon suami, takut ganggu kerja. Mau hubungi teman-teman, semuanya lagi pada kantor sementara dia diam di rumah tanpa kegiatan. Nggak ada teman berbagi dan bercerita, tanpa sadar membuat dirinya untuk mencari perhatian di tempat lain, dengan over share di sosial media bahkan dia nggak segan-segan buat bikin postingan cinta dan kangen lalu tag ke suami, padahal kenapa nggak telpon atau whatsapp langsung saja?
3. Tidak Dewasa Dan Euphoria
Pasti di sosial media suka ada yang over share tentang kawinan mereka, bisa saban jam mereka posting segala tetek bengek mengenai kawinan mereka. Dan kita lihat di timeline langsung bingung "emang situ mau royal wedding ama pangeran?" ini merupakan salah satu tindakan impulsif karena euphoria atau bahagia berlebihan, dan kita semua tahu kalau endoners prestasinya bukan menang emas di Olympiade tapi kawinan super megah. Namun biasanya over shared karena euphoria nggak akan berlangsung lama, sama halnya seperti kawinan super megah yang hanya akan berlangsung sehari saja dan selanjutnya realitas hidup.
Nah, belakangan salah satu anggota keluarga ada yang tiba-tiba jadi over share. Dia share segala rupa mulai dari mobil sampai rumah, maklum baru kemarin nikah dan disubsidi Mamih untuk mobil dan rumah. Beragam postingan dengan background subsidi orang tua, berkelebatan di sosial media. Maksud hati ingin membuktikan pada dunia, bahwa berhasil menjadi kepala keluarga dengan menafkahi istri rumah dan mobil.  Akan tetapi ujungnya malah terlihat riya dan tentu saja kita semua yang tahu, malah menjadikan hal tersebut gunjingan, dibeliin Mamih dan Papih kok malah dipamerin seolah-oleh hasil kerja keras? Yang ada kita semua malah ketawa. Ini merupakan salah satu over share karena tidak dewasa dan parahnya hal seperti ini banyak sekali. Over share karena tidak dewasa sulit sekali dihentikan, sebab untuk bisa memilah-milih mana yang baik di share,  tergantung dari secepat apa yang bersangkutan bisa jadi dewasa.

Setelah baca, ada yang nggak sadar over share? Setelah baca gimana perasaannya? sebenarnya tema over share ini pernah diangkat oleh sebuah situs portal berita dan respon yang diberikan oleh para pembaca, umumnya adalah difensif. Banyak yang bilang "toh nggak menganggu" atau bahkan "kan share di sosial media buat simpan foto, kalau di hape bisa hilang." Tentu saja semakin difensif anda, semakin membuktikan tindakan over share diprakarsai oleh keinginan bawah sadar.
Lagi pula seorang tukang copet, nggak bakal ngaku sebagai tukang copet bukan? Nggak ada orang yang ingin dibilang orang tua yang buruk, karena over sharenya disebabkan guilty felling dan tekanan lingkungan. Nggak ada orang yang ingin dibilang kesepian, karena over share hal-hal nggak penting, nggak ada orang yang ingin dibilang nggak dewasa, karena over share semua yang dibeliin Mamih dan Papih.
 Coba cek diri sendiri, yakin tindakan over share anda hanya sekadar iseng belaka?


Reactions

Post a Comment

4 Comments

  1. Well said :D
    Saya juga seorang emak, tapi lebih suka posting tentang science semacam artikel dari NASA atau NatGeo, tapi gak ada respon :D
    Sementara status alay teman saya banyak banget yang respon. Beberapa hari yang lalu saya posted di Path "Siapakah penemu internet" dan "Berkeringat bukan berarti membakar lemak" tapi gak ada yang respon hehehe

    Kasian ya saya, sepertinya saya salah frekwensi ^_^

    -Anita Daniel-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukan salah frekuensi tapi salah media, coba bikin akun tentang pengetahuan di instagram atau youtube.

      Delete
  2. Lagi mau cari bahan tulisan di blog tentang social media dan nemu tulisan ini. Thanks for sharing...

    ReplyDelete