Resensi King's Cage Buku Ketiga Red Queen

Resensi King's Cage Buku Ketiga Red Queen

Akhirnya saya sampai juga di buku ketiga seri Red Queen namun, kali ini nggak beli buku fisiknya tapi download di google book, biar bisa dibaca kapanpun juga. Nggak kuat dah kalau harus bawa-bawa King's Cage setebal 700 halaman ini dan benar saja perjalanan commuter line nggak terasa berkat fokus baca King's Cage rupanya Victoria Aveyard masih mampu menyihir saya lewat seri ketiga Red Queen ini walaupun, sejujurnya berharap King's Cage adalah seri terakhir supaya Red Queen seperti Lord Of The Rings yang cuma tiga seri terus langsung habis, sebab konflik peperangan Mare dan kaumnya ini akan terasa menjemukan kalau dipaksa sampai seperti Harry Potter.

Sinopsi
Sesuai judulnya King's Cage menceritakan dimana akhirnya Mare tertangkap oleh Maven dan selama berbulan-bulan berada di bawah kendali Maven. Mare dimanfaatkan Maven sebagai trophy dan alat politik untuk kekuasannya, Maven memutar balikan fakta sehingga banyak kaum darah baru yang ikut bergabung ke dalam kerajaan Norta sementara Mare nggak bisa berbuat banyak karena dikunci oleh batu hening yang mematikan kekuatannya.

Diam-diam Pasukan Merah mempunyai rencana sendiri bahkan, atas inisiatif sendiri, Cal mengirim penyusup ke istana Norta  dan berbuntut pada tewasnya Nanny. Kerajaan Norta di bawah rezim Maven tidak solid, banyak klan yang tidak puas dan akhirnya berkoalisi untuk membuat pemberontakan, nyaris saja nyawa Maven hilang beruntung klan penyembuh memperbaiki lehernya yang tertembus peluru.

Dengan situasi yang tidak menentu Maven merubah rencana dan membawa Mare berkeliling, guna membuat aliansi baru dengan kerajaan lain dan memperoleh kepercayaan rakyat namun, Maven gagal mengantisipasi satu lagi pemberontakan dari klan magnetron dan berimbas pada bebasnya Mare kembali ke Pasukan Merah.

Resensi   
Sekali lagi Victoria Aveyard harus diacungi jempol, kalau penulis lokal sibuk membuat tokoh maha sempurna dan nggak pernah berani menghancurkan tokohnya, Victoria Aveyard malah sebaliknya. King's Cage justru menjatuhkan Mare ketitik penghabisan dimana dia nggak bisa berbuat apa-apa, Mare tokoh yang kuat dan cerdik menjadi lemah dan bagai anjing yang diikat. 

Beragam plot twist pun masih disuguhkan, kita nggak bakal bisa nebak apa yang bakal terjadi di halaman selanjutnya. Selain itu King's Cage nampaknya mengikuti trend dimana POV menggunakan tiga tokoh yakni Mare, Cameron dan Evageline. Terus terang POV Cameron yang paling garing dan membosankan sebab tokoh Cameron sendiri memang nggak semenarik Mare dan Evageline.

Karena judulnya King's Cage maka di buku ini diberikan pemahaman apa yang sebenarnya terjadi pada Maven, kenapa ini orang amburadul banget, sadistik tapi romantik, punya love hate relationship dengan Mare dan Kakanya Cal, rupanya Ibu Maven, Ratu Elara sang pembisik sudah mengobrak-abrik isi otak Maven supaya anaknya jadi raja yang sempurna namun, anehnya nggak ada POV dari Maven? Menurut saya ini kelemahan utama King's Cage andai saja POV hanya dari Maven dan Mare pasti lebih dasyat.

Resensi King's Cage

Sebenarnya nggak unsur terbarukan dalam King's Cage sebab, semuanya sudah pernah ada di Hunger Games ramuanya sama hanya rasanya yang beda. Plotingan dan penokohan Victoria Aveyard memang kuat dan jadi jurus utama kenapa nggak pernah bosan dengan series ini namun, inti cerita peperangan kaum merah dan perak sudah nggak bisa diperpanjang lagi, kecuali Victoria bisa kasih plot twist yang wow banget. Harapan King's Cage jadi penutup series Red Queen pupus sebab lagi-lagi Victoria memberikan ending yang tak menjawab dan kita disuruh nunggu setahun lagi untuk War Strom sementara itu, selagi menunggu masih bisa baca Red Queen novella Cruel Crown dan Queen Song, kalau di Lord Of The Rings semacam The Hobbit. Sialnya, baik Cruel Crown maupun Queen Song belum ada terjemahannya




Reactions

Post a Comment

0 Comments