Memiliki rumah pastinya menjadi impian semua orang namun tidak semua orang mampu membeli rumah. Memang harga rumah sulit untuk dibilang murah, bahkan sejatinya rumah murah hanyalah kiasan semata, aslinya tetap saja kita harus merogoh kantung dalam untuk sebuah hunian.  Berbekal dari pengalaman membeli rumah dengan uang sendiri, ternyata lumayan membuka mata. Bukan cuma seluk-beluk properti semisal KPR dan hal-hal mengenai subsidi serta rumah murah, tapi banyak hal di luar itu. Salah hal yang sedikit banyak mengusik adalah kenyataan bahwa dalam lingkungan, saya satu-satunya orang yang bisa membeli rumah sendiri tanpa bantuan financial dari orang tua maupun mertua. Sementara teman-teman banyak yang kesulitan untuk bisa membeli rumah, bahkan sebuah rumah subsidi pun masih terbilang berat di kantung mereka. Padahal mereka ini bekerja dalam jangka waktu yang sama dengan range gaji yang sama? Lalu kenapa sampai rumah subsidi saja tidak mampu? 



Berikut hasil pengamatan saya dari teman-teman atau inner circle: 

1. Life Style
Life style perkotaan adalah salah satu penyebab mengapa semua teman-teman saya kesulitan untuk bisa membeli rumah sendiri. Dengan gaji dan semua bonus yang selama ini didapat menguap demi gaya hidup semata, misalkan. Nongkrong di Starbuck saban pulang kantor lalu malam minggu nongkrong di tempat happening dan ke bioskop. Ini adalah hal-hal yang tanpa disadari menguras gaji bulanan bahkan membuat teman-teman tidak punya jatah uang untuk ditabung. 


Beruntung saya bukan tipe anak gaul kota seperti teman-teman, imbasnya kalau lagi kumpul pasti jadi yang paling kuper, gegara nggak tahu kalau ada tempat makan enak di sini atau di situ. Bahkan kalau lagi ngomongin sebuah tempat happening, sering kalinya saya cuma bisa mangap ampe laler masuk karena nggak tahu itu tempat apa?

2. Travelling
Ini adalah tren yang lagi booming banget di lingkungan saya, semua teman-teman berlomba-lomba untuk bisa travelling ke tempat yang wah! Semua teman-teman sudah pernah ke Singapore, Thailand, Malaysia etc sementara saya masing melototin lembaran pasport yang kosong melompong. (Masih ngarep dapet liburan gratis)


Memang mereka ini pergi dengan tiket pesawat murah lalu menginap di guest house dengan semua perencanaan keuangan yang matang. Tapi ingat dalam setahun semua teman-teman ini travelling lebih dari tiga kali. apa lagi kalau ada long weekend, dijamin pada kalap liatin situs tiket. 

Sebenarnya tren travelling ini buat saya nggak masalah sebab saya pun suka travelling, akan tetapi travelling sekarang seakan berubah dari pelepas penat menjadi semacam aksi sosialita. Travelling mana yang nggak diupload ke sosial media? Travelling mana yang nggak beli olah-oleh bejibun buat orang kantor, biar semua orang tahu "abis liburan dari tempat happening" bahkan banyak loh yang rela menghabiskan bonus atau tabungan demi eksis di sosial media, pernah travelling ke tempat happening ini.

3. Gadget
Ini pun salah satu hal paling sering yang saya lihat di teman-teman. padahal pake gadget biasa pun semua kebutuhan sehari-hari sudah terpenuhi tapi banyak banget yang maksa buat beli Iphone! Bahkan banyak juga loh yang belinya nyicil, lebih gilanya demi bisa nyecil Iphone banyak yang nekat mengajukan kartu kredit. Iphone sudah ditangan ternyata belum cukup sebab masih ada ipad dan macbook yang belum dipegang.  Bingung nggak sih, merk apple di kejar tapi rumah nggak?


Tidak hanya Iphone para pemakai android pun banyak banget yang mubazir, smartphone masih bisa dipakai, malah beli lagi gegara tergoda flash sale di situs ecommerce. Padahal perbedaan spesifikasi dengan smartphone lama tidak beda jauh dan smartphone lama, masih bisa mengakomodir kebutuhan sehari-hari. Selain itu lagi-lagi kesannya prestise, kalau jadi orang pertama yang pake produk tersebut. Masih ingat donk, jaman-jaman flash sale smartphone MI.

4. Pernikahan Itu Prestise Boooo!
Asli, kalau orang yang paling membutuhkan rumah adalah yang sudah berkeluarga tapi semua teman-teman yang sudah berkeluarga nggak ada yang sanggup beli rumah sendiri. 100% dibelikan orang tua atau mertua dan nggak sedikit yang masih bergelayutan di pondok mertua indah. 


Sebenarnya ada satu hal yang bikin saya geleng-geleng kepala, buat teman-teman yang sudah berkeluarga ini. Apa lagi kalau bukan kenyataan pernikahan mereka super duper wah! Tapi setelahnya nggak mampu beli rumah sendiri? Kalau mau dipikir, masa rumah subsidi yang murah nggak terbeli tapi pernikahan dengan budget di atas 50 juta bisa terlaksana? Bukan lebih baik budget tersebut dialih fungsikan untuk membeli rumah? Dari pada ngekost di pondok mertua indah?

Sering loh saya sindir mereka ini, "kok kawinan ningrat tapi beli rumah melarat? Bukan melarat lagi nggak kebeli malah?" Alasan yang keluar macam-macam dah, lebih seringnya pakai alasan "kalau nikah rejeki nanti dilancarkan, pasti ada duit buat beli rumah." Kalau sudah begini saya mau bilang apa? Paling cuma mingkem sambil doain aja, situ rejekinya kenceng biar harga rumah yang saban hari terus meningkat terkejar. 

Simsalabim!!!! Ujung-ujung dibeliin orang tua plus mertua dan menurut teman-teman inilah yang dinamakan "kalau nikah rejeki nanti dilancarkan, pasti ada duit buat beli rumah." Walaupun memang bener, dikasih orang tua yang duet maut dengan mertua termasuk rejeki juga. Yah, nama juga anak sekarang, mana tahu susah? Kawinan dibiayain orang tua, rumah dibeliin, biaya persalinan dibayarin orang tua juga, anak sekarang tahunya cuma posting di sosial media aja. Posting kawinan wah, posting lagi mesra-mesra jadi pengantin baru di rumah baru, posting lahiran anak pertama.....bla...bla...posting kerja keras demi semuanya mana?


Nah, berikut adalah pengamatan saya terhadap semua teman-teman dalam inner circle , kalau sudah begini rasanya rumah semurah apapun sulit untuk mengejarnya. Padahal tahu sendiri harga tanah mana ada yang turun? Dan membeli rumah itu kebutuhan premier sekalipun bukan untuk ditinggali rumah bisa menjadi sebuah investasi jangka panjang.